Alkisah, seorang suami
suatu hari meminta izin kepada istrinya untuk menjual motornya. Motor itu ingin
dia jual agar memiliki dana tunai agar bisa berkurban. Keadaan ekonomi suami
istri itu bisa dibilang penuh kesabaran setiap bulannya, tabungan Qurban pun
tidak bisa mereka upayakan. Suami itu sehabis pulang dari acara bermalam di
sebuah masjid kampus di Depok. Ada seorang ustadz pembicara yang benar-benar
menggugahnya untuk menjual motor demi berkurban..
Ustadz itu
menceritakan bahwa berkurban esensinya adalah cinta dan pengorbanan atas Islam.
Pengorbanan pastilah menimbulkan khawatir dan keraguan, bahkan pada jiwa para
Nabi. Kisah para Nabi yang telah kita ketahui secara komplit, tentu tidak kita
telaah per episode. Bahwa Nabi Ibrahim juga tidak tenang 100% saat harus
menyembelih putranya, Nabi Ismail. Mungkin saja di sana ada kekhawatiran, ada
kerisauan. Dan itulah esensi pengorbanan… Itulah esensi cinta kepada agama
kita, Islam.. Kita diminta mengorbankan apa yang kita miliki.
Ustadz itu menambahkan
bahwa jika 4 hari setelah berkurban kita masih bisa makan maka sejatinya tidak
ada yang perlu dikhawatirkan. Si suami menjelaskan apa yang telah dia dapat
dari acara mabit tersebut.
Si istri diam-diam
tertegun. Motor itu satu-satunya moda transportasi suaminya. Bagaimana suaminya
akan menuju ke kantor setiap harinya, bagaimana jika mereka ingin bepergian di
akhir pekan. Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di kepala sang istri
sebenarnya. Tapi demi menatap mata sang suami yang tulus dan yakin serta
berencana naik angkot setiap harinya tidak masalah, maka si istri hanya bisa
memegang wajah si suami sambil menatap matanya dalam-dalam “Aku akan mendukung apapun
keputusanmu, suamiku. Kamu lelaki sholeh, itulah mengapa aku mencintaimu”
Lalu mereka berangkulan bersama..Dalam rangkulan itu, sejujurnya ada rasa risau, tapi ingin berkorban dan berkurban, ada saling menguatkan, ada saling mengingatkan akan janji akad nikah yaitu saling mendukung dalam sabar maupun syukur,… Suami dan istri itu pun berangkulan lama…
Lalu mereka berangkulan bersama..Dalam rangkulan itu, sejujurnya ada rasa risau, tapi ingin berkorban dan berkurban, ada saling menguatkan, ada saling mengingatkan akan janji akad nikah yaitu saling mendukung dalam sabar maupun syukur,… Suami dan istri itu pun berangkulan lama…
Keesokan harinya,
seorang teman pengajian si suami menyanggupi untuk membeli motor tersebut. Si
suami menyampaikan kepada istrinya. Takjub dan sama-sama merasa lega,
suami-istri itu tau ujian mereka baru akan dimulai setelah ini. Tapi
alhamdulillah akhirnya mereka bisa berkurban. Mereka bersyukur sekali.
Di malam itu juga si
teman suami segera mentransfer jumlah uang yang disepakati untuk membeli motor
tersebut. Setelah itu si teman suami mengirimkan pesan kepada suami itu, “Bang,
ane mau ngehadiahin sebuah motor nih Bang buat Abang. Spek motornya kaya gini
gini dan gini. Motor itu ada di dekat Abang sekarang.”
AllahuAKBAR! Si suami
pias seketika. Motor yang telah dijualnya malah dihadiahkan lagi oleh si
penjual. Kini mereka telah mendapat uang untuk berkurban dan motor mereka
kembali. Suami istri itu terduduk lama sekali. Suami itu pun bersujud syukur
tanda ketundukan dan kesyukuran. Si istri hanya bisa menitikkan air mata. Lama
sekali mereka saling pandang
Ya Allah,, janji-Mu sungguh
benar. Sungguh-sungguh benar. Jika seseorang berjalan kepada Allah, maka Engkau
akan berlari kepada orang tersebut. Jika kami mengorbankan segalanya untuk
Allah, maka Allah akan memberimu solusi dari arah yang tidak disangka-sangka
Ya Allah…..
Ya Allah…
Malam itu suami dan
istri itu melalui satu lagi episode menegangkan dalam rumah tangga mereka.
Mereka berhasil melaluinya dengan berangkulan dalam sabar, syukur, dan saling
meneguhkan dalam ketaqwaan.
Oiya, nama suami itu adalah
Jati Nantiasa Ahmad, dan istrinya bernama Dea Adhicita :)
Belum ada tanggapan untuk "Suami dan Istri yang Saling Berangkulan"
Posting Komentar