Eh,
haiii! Hallo, halloo. Apa kabar? Semoga semua sehat-sehat ya. Pada kesempatan
kali ini saya ingin menulis ulasan sebuah novel yang saya pinjam dari
Perpustakaan Depok nih. Yap, saya lumayan sering mempromosikan Perpustakaan Depok, hehehe. Sebabnya karena saya ingin menularkan virus baca sambil menghidupkan perpustakaan. Di
postingan selanjutnya yah, saya jelasin lebih lanjut lagi tentang Perpustakaan Depok. Walaupun pernah kok saya tulis di sini (Mengenal Perpustakaan Depok).
Okey,
sekarang biodata novelnya dulu ya kita lihat yukk!
Judul Novel : Therapy
Penulis : Sebastian Fiztek
Penerbit : Ufuk Press
Jumlah Halaman : 439 Halaman
Cetakan Ke : 1 (Februari 2010)
Sekarang
kita bahas yuk satu per satu dimulai dari alasan kenapa saya pinjem buku ini
ya. Jadi ceritanya di Perpustakaan Depok ini rak bukunya banyak, hmmm, cukup banyak. Ga banyak sekali sih. Nah, saya langsung
ke bagian sastra tuh. Prinsip sederhana dari saya yaitu bacalah novel yang di depannya ada
tulisan “International Best Seller”. Rasanya itu jadi semacam jaminan deh.
Jaminan
bahwa bukunya pasti menarik, minimal ga standar-standar amat. Hehe. Jadi itulah
mengapa saya langsung tertarik sama novel ini. Oiya pas baca bagian
belakangnya, novel ini bercerita tentang tokoh utama yang memiliki pekerjaan sebagai psikater. Hmm… Kebayang dong pastinya ya? SAYA
LANGSUNG PENGEN BACA. Hahahaha. Karena berkaitan dengan latar belakang pendidikan saya yang beda tipis sama dunia psikiatri. Okeh
sekarang kita telusuri yuk isi novelnya.
Sinopsis
Novel
ini bercerita tentang seorang psikiater terkenal di Berlin yang bernama Viktor
Lorenz yang kehilangan anak perempuannya di sebuah klinik. Anaknya yang bernama
Josy itu sedang berobat pada sebuah klinik karena alergi hebat yang menimpanya.
Sesaat ditinggal sebentar saja oleh Viktor, Josy sudah tidak ada di tempatnya. Viktor pun
kelabakan, dia sangat panik sekali. Dia berusaha menanyakan putrinya kepada suster dan dokter yang ada di
klinik.
Ironisnya
tidak ada yang melihat Josy. Baik perawat maupun dokter klinik itu mengaku
tidak melihat anak perempuan berusia 12 tahun itu. Nah..
Di
sinilah konflik bermula. Siapa sebenarnya yang menculik Josy dari klinik itu?
Viktor menelusurinya dengan sepenuh hati tetapi tidak menemukan saksi seorang pun yang melihat Josy diculik. Apakah dokter klinik alergi yang menculik Josy? Empat tahun berlalu, Viktor masih belum menemukan keberadaan putrinya. Hmmm…
Untuk menenangkan diri, Viktor mendatangi rumah peristirahatannya di sebuah
pulau yang terpisah dengan daratan utama Jerman.
Di
pulau itu Viktor berusaha merampungkan wawancara online dengan sebuah tabloid
yang menanyakan kondisi terbaru kasus Josy. Di tengah-tengah upaya Viktor
menulis jawaban wawancara, ada perempuan aneh bernama Anna Glass yang berusaha
meminta terapi karena Viktor seorang psikiater. Nah lagi-lagi nah…. 😂
Di
sinilah konflik dengan serius memuncak, sampai klimaks pokonya deh. Anna benar-benar mengganggu Viktor dengan cerita keluhannya yang mengingatkan Viktor kepada Josy. Hampir setiap
hari Anna meminta sesi terapi kepada Viktor.
Viktor
menjadi curiga, apakah Anna adalah pihak yang sebenarnya menjadi dalang dalam penculikan Josy. Semakin hari Viktor
dibuat gelisah oleh Anna. Tubuh Viktor mengalami demam hebat karena tekanan yang disebabkan oleh kehadiran Anna. Sementara itu pulau
mengalami badai hebat sehingga Viktor dan Anna terjebak di sana tidak bisa menyeberang ke dataran utama.
Nah,
sinopsis singkatnya segitu dulu, yg bikin kagetnya saya simpen buat ntar,
he-he-he.😉
Tokoh-tokoh
1.Viktor
Lorenz, sang psikiater kenamaan di Kota Berlin
2.Josy,
anak perempuan Viktor yang hilang
3.Isabelle, istri Viktor yang tinggal terpisah dari Viktor
4.Detektif, orang yang Viktor percaya untuk meneliti kasus Josy
5.Anna Glass, novelis yang minta terapi kepada Viktor
6.Sinbad, anjing Viktor
7.Psikiater-psikiater sahabat Viktor
Kelebihan
Novel
Tentu
saja menurut saya kelebihan novel ini ada pada tagline “International Best
Sellers”-nya. Apalagi dibumbui dengan perbandingan dengan karya Dan Brown.
Sejujurnya pasti pembaca berharap novel ini akan sebagus Dan Brown.
Emang
realitanya gimana Dey? Novel ini tetep bagus kok. Ditulis dengan aroma misteri
yang kental, novel ini membuat pembacanya ga bisa berhenti sebelum semuanya
terungkap di ujung novel. Penokohan Viktor sebagai psikiater yang memberi
terapi kepada Anna juga cukup bagus. Tokoh Anna memang sangat rapuh, dia
meminta terapi karena mengalami gangguan cukup parah pada mentalnya.
Pada
akhirnya sih menurut saya pribadi, kelebihan novel ini ada pada dua kali
penyelesaiannya. Yap, saat kita kira novel ini sudah ditutup dengan
pengungkapan kebenaran, ternyata itu baru satu lapisan saja. Hohohoho….😋😋😋
Di ujung novel akan ada satu lagi pengungkapan kebenaran yang cukup membuat tercengang yang bacanya.
Jadi bikin melongo sih. Huwooooh. Kira-kira gitu. Hehehe.
Kekurangan
Novel
Entahlah,
menurut saya novel ini memiliki alur yang baik di awal tapi agak kedodoran di
tengah-tengahnya. Dimulai saat Viktor tiba di
pulau deh tuh. Mulai agak belibet dan agak dipaksakan. Sempet berpikir
bahwa plot novel ini mirip sama film “Shutter Island”.
Ketegangan
novel ini yang terasa sejak awal juga bisa jadi sebuah kekurangan . Kenapa?
Karena pembaca benar-benar ga diberi jeda. Dari satu ketegangan ke ketegangan
yang lain. Ngeri banget deh.
Kekurangan
yang paling fatal ada di lembar-lembar pengungkapan kebenaran. Surat yg ditulis
oleh Anna Glass kepada Viktor ditulis dengan huruf yang terlalu rapat. Saya aja
bacanya jadi susah. Padahal di sanalah fakta-fakta besar novel ini diungkapkan.
Ending [SPOILER ALERT]
Nah,
jadi, sebenarnya diculik-kah Josy? Dimanakah penculik Josy?
Siap-siap
yak. Spoiler abis soalnya nih, hehe. Spoiler semua isi paragraf di bawah ini, udah saya kasih peringatan yakk. 😋
Seperti yang saya tulis, saya sempet berpikir plot novel ini mirip film “Shutter Island”. Itu tuh filmnya Leonardo Dicaprio yang berkisah tentang terapi pasien gangguan mental di mana si pasien diberi “panggung” untuk berpura-pura sebagai profesi detektif.
Seperti yang saya tulis, saya sempet berpikir plot novel ini mirip film “Shutter Island”. Itu tuh filmnya Leonardo Dicaprio yang berkisah tentang terapi pasien gangguan mental di mana si pasien diberi “panggung” untuk berpura-pura sebagai profesi detektif.
Hmmmm.
Pas novel ini bercerita tentang keadaan pulau yang diinapi oleh Viktor, lengkap
dengan badai yang membuat suasana super suram, saya langsung mikir, hmmmm,
apakah Viktor benar-benar ke pulau? 😶😶😶
Apalagi
pas dimulai adegan hilangnya anjing Viktor yang bernama Sinbad. Hmmm,
sebagai anak psikologi, saya kaya semacam udah menebak-nebak apakah ini semua
(pulau, villa, Anna Glass, Sinbad) cuma delusi Viktor doang?😣😣😣😣😣
Yap,
dan ternyata memang betul……
Semua
itu adalah bagian dari terapi yang dialami oleh Viktor. Hah? Viktor diterapi?
Iyap, Viktor yang seorang psikiater ternyata adalah seorang pasien gangguan mental
juga. HAH? APAAAAAAA? Iyak, kakaaa.
Viktor
juga yang menjadi dalang penculikan Josy. HAH? APAAAAAAAA? Lebih tepatnya
Viktor yang menjadi dalang Josy jadi sakit-sakitan. Iya, Viktor ga kuat lihat
Josy mengalami menstruasi pertamanya. Viktor ingin Josy menjadi gadis kecilnya
selalu. Viktor akhirnya menyuntikkan zat yang membuat Josy alergi. Hiks.
Setiap
Josy alergi, Viktor akan membawanya ke klinik alergi. Sepulangnya ke rumah,
Viktor akan menyuntikkan zat pemicu alerginya lagi. Ah, ternyata gitu ya….
Adegan
di klinik alergi pun sebetulnya Viktor sendirian ke sana, lalu histeris
menggangap Josy diculik saat Viktor lengah. Padahal sih Viktor sendiri yang
membawa Josy ke rumah peristirahatan mereka di kota lain.
Di
sana Viktor ingin meyembunyikan Josy di gudang rumah tua tersebut. Duh, duh,
duh, udah mulai speechless belum kakaaa. Saya mah udah, udah mulai nganga
saking kagetnya.
Tapi
yang paling bikin nganga itu endingnya sebenar-benar endingnya bok! Josy hilang
pas disembunyiin di gudang itu! Itulah mengapa akhirnya Viktor berakhir di
fasilitas rehabilitasi gangguan mental karena dia melaporkan diri sendiri tapi
tidak bisa membedakan apakah Josy hilang dari gudang, atau dia pergi diculik?
Viktor
pun dirawat oleh psikiater temannya. Sebagai diagnosis awal, Viktor ternyata mengidap
Skizofrenia. Pikirannya dipenuhi oleh delusi. Untuk langkah terapi, psikiater
yg merawat Viktor membawa Viktor ke dunia delusinya, yaitu pulau di mana dia
bertemu dengan Anna Glass.
Yap,
Anna ternyata sisi kepribadian Viktor saja, dia tidak pernah benar-benar nyata.
Oiya, skizofrenia sendiri jika digambarkan adalah seperti vas yang pecah lalu
disatukan, well berusaha disatukan kembali.
Pribadi
yang terkena skizofrenia, memiliki retakan-retakan yang siap pecah menjadi
delusi yang tidak riil. Nah, psikiater terkenal yaitu Viktor pun mengalaminya.
Pada sidang terakhir kasus Josy, Viktor terus dibimbing oleh psikiaternya untuk
menemukan di mana sebenarnya Josy.
Ternyata…….
Viktor melihat dengan mata kepala
sendiri bahwa istrinya yang membawa Josy pergi keluar Jerman dengan
diselundupkan pada kayu di dasar sebuah perahu. Wah, bener-bener deh, speechless!
Isabelle istri Viktor yang mengetahui
gangguan mental suaminya hendak menyelamatkan Josy dari suntikan penyebab alergi itu. Tetapi alih-alih
mengatakan kepada Viktor, Isabelle seolah menyetujui ide bahwa Josy menghilang.
Rupanya Isabelle punya motif
ekonomi,dia ingin mencairkan uang asuransi akibat hilangnya Josy. Isabelle
ditangkap di luar negeri bersama Josy yang sehat wal afiat dan tidak tahu
menahu bahwa ibunya akan dipenjara. Huwaa! Gilaaaak.
Fyuh~tamaat deeeh. Gituu spoiler
semuanya, ahahaha. Gile yak. Gile pokonya. Novel ini contoh nyata gimana misi
bisa berubah jadi obsesi.
Iya, misi Viktor sebagai ayah
berubah jadi obsesi. Misi melindungi putrinya berubah menjadi obsesi ingin
selalu melhat putrinya sebagai putri kecil dan menolak perkembangan Josy yang
mengalami pubertas.
Ya ampun…. Sedih tau ga sih
bacanya.. Bukan, bukan sedih buat Josy, tapi sedih buat Viktor. Seorang
psikiater yang juga berjuang dengan mentalnya sendiri. Seorang ayah yang sangat
rapuh dalam melihat putrinya yang beranjak dewasa.
Yaah, sedih-sedih meringis pas
selesai baca novel ini.. Seperti beneran bisa membayangkan kepiluan si Viktor,
gimana egonya rontok satu per satu. Tadinya psikiater sekarang jadi pasien.
Wuah, sungguh deh novel ini,
pegel bacanya, wkwkwk. Pegel hati pegel pikiran tapi tetep memberikan ibroh (pelajaran)
yang berharga ya kaaan.
Hati-hati dengan misi, dia bisa
berubah secara liar menjadi obsesi. Oleh karenanya Allah selalu meminta seorang
mukmin untuk memagari misi apapun dengan ketaqwaan. Taqwa itu definisi
terbaiknya adalah kehati-hatian.
Betapa apapun misi yang kita
emban di hidup ini harus hati-hati, supaya ga berlebihan, supaya tetap lillahi
ta’ala, supaya ga jadi sombong, wah, iya, iya, betuuuuul.
Semoga berfaedah yak review novel
saya ini, hehehe. Sampai ketemu di tulisan-tulisan berikutnya!
Belum ada tanggapan untuk "Review Novel “Therapy”"
Posting Komentar