Ulasan Buku Rumah Cinta Hasan Al-Banna



Hai, semua. Assalamu’alaikum, semoga selalu dalam hidayah Allah yah semuaa. Yang sedih, coba istighfar banyak-banyak. Yang senang, coba perbanyak shalat sunnah. Ini menasihati diri sendiri sih suer beneran. Hehehe..

Di tulisan kali ini saya mau mengulas sebuah buku yang beautifully written banget sampai-sampai saya berasa hampa abis bacanya. Lah, kok hampa, Dey? Ya abisnya sih, saya jadi merasa jauh banget gitu dari gambaran buku itu. Kan jadi bingung cara ngejarnya gimana. X))

Pertama, kita buka dulu yaa bukunya

Judul buku : Rumah Cinta Hasan Al-Banna
Penulis : Muhammad Lili Nur Aulia
Penerbit : Al-Qalam Grup Gema Insani Press
Cetakan : Ke-2, Oktober 2017
Jumlah Halaman : 194 Halaman

Okey, sekarang kita bahas yaaa.

Overview

Buku ini adalah sebuah buku rangkuman keseharian pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna. Ikhwanul Muslimin kini merupakan gerakan dakwah terbesar yang tersebar di berbagai negara. Menarik sekali membahas keseharian Hasan Al-Banna mengingat kiprahnya sebagai pendiri sebuah gerakan dakwah. Keseharian Hasan Al-Banna sangat lekat dengan gerakan dakwah. Tetapi ternyata kesibukan di ranah dakwah tidak membuatnya melupakan keluarganya.

Buku ini merupakan versi cetak ulang dari buku sebelumnya yang berjudul sama. Hal yang ditambahkan pada buku ini adalah penuturan dari istri Hasan Al-Banna yaitu Lathifah Ash-Shuli. Pada buku sebelumnya, penuturan keseharian Hasan Al-Banna bersumber dari putra-putrinya saja. Buku kali ini banyak sekali menyoroti perspektif Lathifah sebagai seorang istri.

Bagian 1 : Dari Rumah Semua Bermula

Pada bagian 1 buku ini, dituliskan mengenai sejarah keluarga Hasan Al-Banna..
Ternyata betul adanya kata pepatah “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Begitu pula yang terjadi di dalam keluarga ini. Ayah Hasan Al-Banna adalah seorang ilmuwan Universitas Al-Azhar. Beliau mengenyam pendidikan di bidang hadits hingga selesai. Saat Hasan Al-Banna lahir, ayahnya benar-benar serius dalam mendidiknya.

Apa saja bentuk keseriusan itu?

Ayah Hasan Al-Banna membuatkan jadwal kegiatan keseharian anak-anaknya. Adik Hasan Al-Banna yang hanya terpaut dua tahun juga dibuatkan jadwal serupa. Diawali dengan mengkaji berbagai kitab tafsir, kemudian kitab hadits.

Ayah Hasan Al-Banna mengajak Hasan Al-Banna sejak kecil ke kajian-kajian ilmiah yang membahas tafsir Al-Qur’an, hadits, dan hal-hal sejenis ini. Adik Hasan Al-Banna menuturkan bahwa sedari kecil mereka diberi akses seluas-luasnya untuk membaca berbagai kitab yang dimiliki sang ayahanda.

Bagaimana dengan ibunda Hasan Al-Banna?

Ibunda Hasan Al-Banna adalah seorang yang sangat penyayang tetapi tegas terhadap anak-anaknya. Saat Hasan Al-Banna mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar, ibunda Hasan Al-Banna mengajak suaminya untuk pindah ke Kairo agar bisa selalu membersamai sang putra.

Ibunda Hasan Al-Banna inilah yang menyusuri perkampungan tempat mereka tinggal lalu mendengar lantunan tilawah merdu. Ternyata itulah suara Lathifah Ash-Shuli. Ibunda Hasan Al-Banna kemudian melamarkan Lathifah untuk Hasan Al-Banna

Diawali dengan proses yang singkat yaitu dua bulan sejak lamaran, mereka menikah di malam Nuzulul Qur’an. Proses yang penuh keberkaan menghantarkan mereka menjadi sepasang suami istri yang penuh cinta kasih dan manfaat buat dakwah.

Lathifah memahami betul kesibukan sang suami. Saat Hasan Al-Banna pertama kali membangun markas Ikhwanul Muslimin, beberapa perabot diboyong dari rumahnya untuk melengkapi markas tersebut. Lathifah sempat terhenyak tetapi Hasan Al-Banna menguatkan sang istri dengan berkata 

“Maukah engkau sebuah rumah di syurga wahai istriku? Bersabarlah, rumah kita yang sesungguhnya adalah di syurga-Nya kelak”

Lathifah Ash-Shuli adalah sosok perempuan yang mengabdi kepada suaminya dengan totalitas. Hampir setiap hari dia tidak pernah mengeluh dalam mendidik anak-anak sambil menyokong pergerakan dakwah sang suami.

Setiap ada rapat dakwah di rumahnya maka Lathifah Ash-Shuli akan menyiapkan makanan baik itu makanan ringan dan berat untuk menyambut para tamu itu. Lathifah Ash-Shuli melahirkan 8 orang anak, 2 orang meninggal dunia saat masih kecil.

Lathifah Ash-Shuli selalu menjalin silaturahim dengan keluarga besar Hasan Al-Banna. Dalam sebuah wawancara, Lathifah pernah berujar bahwa “Hasan Al-Banna dan keluarganya adalah karunia terindah dalam hidupku”

Semua kader dakwah selalu dianggap anak oleh Lathifah Ash-Shuli. Mereka tidak sungkan untuk meminta nasihat kepada Lathifah. Dalam memberikan nasihat, Lathifah selalu memanggil mereka dengan sebutan “Anakku…”

Lathifah Ash-Shuli adalah perempuan yang tegar. Dia mengelola anak-anaknya di tengah kesibukan Hasan Al-Banna. Pernah suatu kali sang anak sakit, Lathifah merawatnya penuh keikhlasan. Hasan Al-Banna sedang mengadakan dakwah di luar kota. Kemudian anak tersebut meninggal dunia, Hasal Al-Banna menuntaskan tanggung jawab dakwahnya terlebih dahulu. Keesokan harinya Hasan Al-Banna pulang untuk memakamkan putranya.

Bagian 2 : Bingkai Cinta Ayah Dan Anak

Kebersamaan Hasan Al-Banna dengan anak-anaknya tidaklah sesering orang pada umumnya. Dengan kesibukan dakwah di berbagai kota, sesungguhnya Hasan Al-Banna tidak memiliki waktu banyak. Tetapi setiap anaknya menyatakan kecintaan yang mendalam terhadap Hasan Al-Banna.

“Kami mematuhi ayah bukan karena kami takut. Tetapi melainkan karena kami mencintai ayah, sangat-sangat mencintai ayah”

Sesibuk apapun kegiatan dakwah, Hasan Al-Banna selalu menyempatkan diri untuk makan pagi di rumah. Di rumah, Hasan Al-Banna tidak pernah bersuara keras terhadap istri dan anak-anaknya.

Pernah suatu pagi Hasan Al-Banna yang habis pulang bermalam safari dakwah meminta kepada anaknya agar dibangunkan 7 menit lagi ternyata Hasan Al-Banna telah bangun sebelum 7 menit itu. Anak-anak Hasan Al-Banna melihat keteladanan dari ayahnya. Mereka selalu melihat sang ayah tetap memahami rumah meskipun sibuk berdakwah…

Di suatu sub-bab bahkan diceritakan bahwa Hasan Al-Banna tetap mengetahui letak posisi bumbu di dapur. Saat Hasan Al-Banna pulang malam dan menerima tamu dakwah, dia tidak membangunkan Lathifah melainkan langsung memasak makanan untuk para tamu.

Seluruh anak Hasan Al-Banna dicintai dengan sepenuh hati dan sepenuh perhatian oleh Hasan Al-Banna. Dia menyiapkan dan mengatur folder khusus untuk setiap anak. Isinya adalah seluruh catatan penting tentang anak tersebut diawali dengan riwayat kelahiran hingga catatan mengenai pelajaran yang harus ditingkatkan lagi.

Bagian 3 : Hasan Al-Banna Dalam Kenangan

Hasan Al-Banna meninggal dunia dengan cara ditembak. Saat dibawa ke rumah sakit, dia masih hidup. Namun tidak ada seorang pun tenaga medis yang bersedia menolongnya karena dilarang oleh pemerintah Mesir pada saat itu. Hasan Al-Banna akhirnya meninggal dunia karena perdarahan hebat.

Saat dibawa ke rumah, anak-anak Hasan Al-Banna dipersilahkan untuk melihat wajah ayahandanya untuk terakhir kalinya. Wafa, putri sulungnya menceritakan bahwa:

“Wajah ayah terlihat bahagia. Senyumnya tersungging lebar. Aku masih bisa melihat janggut halus miliknya. Ayah terlihat sangat damai”

Setelah dimandikan kemudian dikafani, jenazah Hasan Al-Banna dishalati oleh ayahnya seorang diri. Aparat polisi melarang siapapun ikut untuk mengadakan shalat jenazah terhadap Hasan Al-Banna. Selesai dishalatkan, keranda jenazah Hasan Al-Banna siap dibawa ke pemakaman.

Tidak ada siapapun karena aparat polisi melarang siapapun datang ke rumah Hasan Al-Banna. Wafa, putri sulung Hasan Al-Banna meminta bantuan kepada aparat polisi untuk mengangkat keranda ayahnya.

Tetapi polisi menolak karena tidak ada perintah untuk itu. Wafa pun berteriak setengah menangis 

“Jika bukan kalian maka siapa lagi yang mengangkatnya! Kalian melarang siapapun untuk datang!“

Akhirnya keranda jenazah Hasan Al-Banna diangkat oleh ibunya yang sudah lanjut usia dan Wafa dan keluarga yang lainnya…..

Hari itu, Sabtu 12 Februari 1949, Hasan Al-Banna meninggalkan dunia yang fana ini.. Tetapi rekam jejak dakwahnya tidak hilang.. Dan kenangan terhadap keluarganya sungguh dicintai.

Ada begitu banyak hikmah yang bisa kita ambil dari rumah cinta sang maestro dakwah, Hasan Al-Banna.

:’)

Kesan Saya

Duh, apaan yah. Saya sih ngerasa ngedredeg gitu pas baca buku ini.. Setiap bab-nya ditulis per bagian-bagian sehingga ga ngebosenin dan ga bikin ngantuk.. Isinya emang sederhana, kumpulan wawancara yang ditulis ulang, tapi sungguh deh, bikin maluuuu bangeeet.

Malu karena masih jauh amat yak gue dari kehidupan Hasan Al-Banna. Katanya da’i tapi masih suka bersuara tinggi terhadap anak. Huhuhu. Katanya da’i tapi suka ngeluh dan minta bantuan sana-sini mulu, ga mandiri amat, hiks hiks.

Saya sungguh-sungguh cinta buku ini. Rasanya ingin saya hadiahin ke semua rumah di Indonesia.. Rasanya inilah operasional sirah Rasulullah 14 abad yang lalu..

Betapa seorang muslim ya harus kaya gini ini.. Ya kaya Hasan Al-Banna ini, dia tau kewajibannya terhadap agamanya, tetapi lebih tau lagi kewajibannya terhadap keluarganya…

Terus terus yang paling bikin saya amazed sih bagian ibunya Hasan Al-Banna yang mencarikan jodoh. Uhuk uhuk, terus terang itu udah saya tau sih teorinya dari lama. Bahwa orang tua itu kewajibannya bukan hanya menyekolahkan tinggi-tinggi tetapi memilihkan jodoh.

Seringnya sih nggak ya, kita milih sendiri dan orang tua merestui…

Terus yang bikin melongo lagi bahwa ibunya Hasan Al-Banna itu juga melacak rekam jejak keluarga Lathifah Ash-Shuli sebelum menjadikannya menantu. Karena dia paham bahwa buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Huhuhu.. Jadi ujung-ujungnya kita yak yang harus bebenah diri.. Kita yang harus memacu diri lebih kencang dalam berbagai kompetensi hamba yang Rabbani…

Sebuah keniscayaan anak-anak kita akan baik kalau kitanya baik… Ini mah gimana atuh, ibu-ibu nganter anaknya ke TPA tapi ibunya sendiri pake hot pants, Ya Rabbana…..

Oiya, saya juga favorit sama pendidikan anak-anak Hasan Al-Banna yang mostly S3 dan minimal S1. Ini membuktikan ya gaes, Islam itu ga pernah melarang perempuan-perempuannya untuk berpendidikan..

Tetapi carilah pendidikan yang menebarkan manfaat..

Putri-putri Hasan Al-Banna itu S3 dalam bidang ilmu rumah tangga, tau ga sih? Omaygat banget yak. Asa aneh gitu yak ga pernah denger.

Mungkin kalo di Indonesia kaya di IPB ada deh jurusan yang mirip-mirip ilmu kerumahtanggaan gini. Saya lupa namanya.. Tapi pas tes Indonesia Mengajar dulu saya pernah kenalan sama anak cewe dari jurusan ini…

Katanya jurusan itu disebut jurusan istri sholeha.

Duh! Harusnya semua anak perempuan dikasih ilmu jurusan itu yak. Hihihihi.

Jadi gimana, tertarik baca buku ini? Buruan cari deh di toko online Gema Insani Press atau toko online buku-buku Islami yaaa.

Mari kita banyak baca supaya banyak tau…

Abis banyak tau, yuk kita mengubah diri agar keluarga kita berubah, terus masyarakat kita berubah. 

Aamiin Allahumma Aaamiin


:’)

Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "Ulasan Buku Rumah Cinta Hasan Al-Banna"

nissa mengatakan...

Woowww... Kisah teladan.. btw jurusan Di IPB yg buat jadi istri teladan mungkin jurusan ilmu keluarga dan konsumen, Kalo ga salah praktikumnya Ada tentang cara masak dan menata meja makan, hehehe

Comment