The New Beginning (fanfic It's Okay To Not Be Okay)

 


Mun-yeong melirik kepada lelaki yang tengah menyetir dengan serius di sebelah kirinya itu. Sekitar satu jam lagi mereka akan sampai di Namhae. Langit di luar sudah beranjak gelap. Lelaki itu sudah menyetir camping van dengan pandangan serius ke depan selama empat jam sejak siang tadi. Mun-yeong tidak tahan dengan keheningan yang membekukan ini. Akhirnya ia mengeluarkan kalimat dari bibirnya.

“Gang-tae, katakan padaku, katakan yang sejujurnya, apa kau ingin kita pulang sekarang?” Kalimat Mun-yeong memecah keheningan di antara mereka. Mun-yeong mencoba menebak apa yang ada pada mata hitam milik Gang-tae. Apakah ada kesedihan di mata Gang-tae, Mun-yeong hanya bisa menebak-nebak. Sudah empat jam berlalu sejak Sang-tae dijemput oleh Lee Sang-In di perhentian mereka tadi. Mereka menuju pulau Namhae dan Sang-tae kembali menuju kota Seongjin untuk memulai pekerjaan barunya sebagai ilustrator.

Gang-tae menatap perempuan di sebelahnya itu lalu tersenyum hangat kepadanya.

“Aku tidak ingin pulang. Apakah kamu ingin pulang ke Seongjin sekarang? Aku sejujurnya sangat ingin pergi ke Namhae. Aku ingin melihat pemandangan alam yang sangat indah di sana. Aku ingin kita ke sana. Setelah dari Namhae kita akan kemana lagi ya? Aku ingin berkeliling Korea!”

Mun-yeong lega mendengar kalimat itu. Ini kali pertama Gang-tae berpisah dengan kakaknya. Hal itu pasti sangat tidak mudah baginya. Mun-yeong yang juga sudah jatuh sayang kepada Sang-tae sangat paham bahwa Sang-tae juga baru kali pertama akan menjalani kehidupan sendiri tanpa adiknya.

Namun, sepertinya ini adalah titik balik bagi Moon bersaudara. Sang-tae akan baik-baik saja bersama CEO Lee Sang In, begitupula dengan Mun-yeong dan Gang-tae. Lagipula mereka berjanji akan pulang ke Seongjin setelah menuntaskan perjalanan ini.

Ah, perjalanan yang entah kapan berakhirnya. Mun-yeong mengeluarkan uap dari mulutnya pada kaca mobil lalu membentuk wajah tersenyum dengan jari telunjuknya. Sambil tersenyum tipis, Mun-yeong bersenandung. Kini, ia merasa begitu bahagia.

Gang-tae pernah mengatakan ia ingin melakukan perjalanan dengan camper van ini sampai kelelahan. Mun-yeong tentu saja mendukung rencana itu. Ia sangat siap untuk mendampingi Gang-tae ke ujung dunia sekalipun.

“Hey, apa kau serius tidak memiliki paspor?” Mun-yeong melirik kepada Gang-tae. Sebuah ide kembali muncul di kepalanya.

“Sudah kubilang aku tidak punya paspor, Ko Mun-yeong. Ada apa? Kau ingin mengajakku ke Serengeti?”

“Tentu! Tentu saja! Aku ingin mengajakmu ke Serengeti. Ayo, kita buat paspormu sekarang saja, bagaimana? Sepertinya malam ini kita bisa ikut penerbangan terakhir ke Zanzibar, Tanzania. Kita hanya perlu membawa paspor. Sisanya serahkan saja kepadaku!”

Mun-yeong tampak meluap-luap dalam kegembiraan. Matanya penuh sinar bahagia. Gang-tae tersenyum lebar. Ia sangat menikmati impulsivitas Mun-yeong, apalagi dalam rencana Serengeti-nya ini.

“Pelan-pelan, Mun-yeong-a. Aku ingin melakukan perjalanan ini dengan perlahan…. Aku ingin menikmatinya. Bukankah kenikmatan adalah sesuatu yang kau sukai juga?” Gang-tae berdeham pelan seolah mengingatkan Mun-yeong tentang suatu hal. Mun-yeong tersipu malu. Ekspresi malu yang ditakjubi Gang-tae.

“Oke, oke, kita akan melakukan perjalanan ini secara perlahan. Pertama, keliling Korea. Kedua, keliling dunia. Setuju? Berjanjilah kau akan mau keliling dunia bersamaku, Gang-tae, janji?”

Mun-yeong mengangkat jari kelingkingnya. Gang-tae menautkan kelingking mereka berdua sambil mengangguk dan berkata, “Aku berjanji padamu, Mun-yeong.”

Gan-tae tiba-tiba teringat sesuatu.

“Kau tidak meminta janji ini disegel dengan ciuman, kan?” Gang-tae mengedip kepada Mun-yeong.

“Tidak, tenang saja, kau fokus saja pada jalanan di depanmu, Gang-tae. Perjanjian ini akan disegel di tempat yang tepat. Tenang saja.”

Mereka berdua tersenyum penuh makna. Maka camper van mereka melaju menuju Namhae, pulau tujuan mereka selanjutnya. Pulau itu sangat terkenal akan keindahan alamnya. Gang-tae belum pernah menginjakkan kaki di Namhae. Juga Jeju ataupun pulau lainnya.

Mun-yeong merasa iba akan fakta itu. Namun, di sinilah mereka akan membuat Gang-tae menginjakkan kaki di semua tempat terindah di Korea dan juga di dunia.

Mun-yeong menatap lautan yang terbentang di sebelah mereka. Mobil mereka tengah melewati jembatan yang menghubungkan Hadong-gun dengan Namhae.

“Melakukan perjalanan ini bersamamu Mun-yeong-a adalah kebahagiaan yang teramat berarti bagiku. Ini adalah awal mula perjalanan kita melakukan segala sesuatu berdua. Hyung telah membebaskanku dari ikatan. Kini aku bebas. Moon Gang-tae adalah milik Moon Gang-tae. Inilah saatnya aku menikmati setiap waktu di perjalanan ini bersamamu.” ujar Gang-tae sambil tersenyum mesra kepada Mun-yeong.

Mun-yeong merasa seolah dunianya diselimuti kebahagiaan tiada tara. Ia terbang bersama awan-awan kebahagiaan.

“Aku akan menemanimu kemanapun kau pergi. Hanya saja, berjanjilah kepadaku kau tidak akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi itu, hmm, bagaimana? Berjanjilah kepadaku? Gang-tae? Hmm?”

“Kau akan membahasnya di sini? Sekarang??”

“Tentu saja! Aku sudah mengatakannya berulang kali. Kau hanya boleh kuliah jarak jauh. Titik. Tidak ada masuk kuliah pagi, siang ataupun malam. Aku akan memaku kedua tanganmu di dinding hingga kau tidak bisa bergerak kemana-mana jika kau bersikeras ingin kuliah! Cih!”

Gang-tae tertawa terbahak-bahak mendengar perempuan di sebelahnya.

“Bagaimana kalau kau ikut saja setiap aku berkuliah? Dengan begitu kau bisa menjagaku dari para gadis-gadis yang, apa katamu?”

“Yang akan menggodamu bagaikan lalat-lalat mengebungi makanan….”

“Nah! Yang seperti itu.” Gang-tae melirik Mun-yeong lagi. Perempuan itu masih menekuk sudut bibirnya. Wajah cemburunya sungguh membuat Gang-tae ingin menariknya ke dalam pelukan. Ya, ia ingin memeluknya erat-erat dan meyakinkannya bahwa tidak ada yang perlu dia khawatirkan.

Ya, sungguh tidak ada yang perlu Mun-yeong khawatirkan….

Seluruh tubuh dan jiwa Gang-tae adalah milik perempuan itu. Ya, seluruhnya. Gang-tae ingin mengatakan itu tapi ada hal yang lebih penting sekarang. Gang-tae memfokuskan kembali pikirannya pada kemudi mobil camper van itu sambil menyalakan layar GPS. Lokasi Yangmoori-School yang akan menjadi tempat pemberhentian mereka malam ini, sudah dekat.

“Kita sudah sampai, Mun-yeong-a….”

Gang-tae membelokkan mobil ke kanan untuk memasuki sebuah jalur berbatu yang membawanya ke sebuah gerbang batu besar. Gang-tae memberhentikan mobil camper van itu di sebuah ladang terbuka yang menghadap laut luas. Pemandangan kerlip lampu kapal di laut kejauhan seolah menyapa mereka berdua untuk segera turun dari mobil. Langit di atas mereka tidak kalah indahnya. Kerlip bintang seolah saling berebut menampakkan kilaunya kepada Mun-yeong dan Gang-tae.

Mun-yeong terperangah. Ia sungguh tidak menyangka tempat yang menjadi pilihan Gang-tae untuk bermalam mereka di Namhae pertama kali adalah tempat seindah ini. Gang-tae membuka pintu mobil dan menarik nafas dalam-dalam. Hawa laut yang begitu sejuk mengisi paru-paru Gang-tae seketika.

Mun-yeong pun segera membuka pintu mobil dan keluar. Ia berdiri di samping Gang-tae menghadap pemandangan laut di depan mereka.

“Ini sangat-sangat indah, Gang-tae… ah, aku sangat suka berada di sini!”

“Tapi ada yang lebih indah daripada ini….”

“Apa itu?” Mun-yeong menoleh kepada Gang-tae.

“Dirimu, Mun-yeong. Dirimu bagiku lebih indah daripada ini semua. Terima kasih telah hadir di dalam kehidupanku. Aku mencintaimu, Mun-yeong-a….”

Gang-tae merengkuh perempuan itu ke dalam pelukannya. Mun-yeong balas memeluk Gang-tae dengan hangat. Angin malam hari yang perlahan menyelusup membuat Gang-tae memeluk Mun-yeong lebih erat lagi.

“Kau mau kita begini terus, Gang-tae? Aku pegaaal.” Mun-yeong merajuk di dalam pelukan Gang-tae.

“Ha-ha. Ya, kau benar. Kita harus merebahkan diri. Aku pun pegal setelah menyetir seharian. Aku mengantuk.”

Mun-yeong terkesiap. Kalimat “aku mengantuk” mengingatkan Mun-yeong pada sesuatu. Segaris senyum penuh makna mmebuat Mun-yeong menunduk malu.

Gang-tae tahu apa yang dipikirkan oleh Mun-yeong. Sayangnya ia benar-benar sudah kelelahan malam ini. Lima jam perjalanan menuju Namhae merontokkan persendiannya. Namun, mengingat Sang-tae kini tidak ada, ide tidur memeluk Mun-yeong malam ini sungguh membuat Gang-tae tergiur. Sebuah rencana bekerja di dalam kepalanya.

“Ayo, kita beristirahat di dalam, Mun-yeong.” Gang-tae tersenyum penuh makna sambil menggamit Mun-yeong ke dalam mobil.

-bersambung-

#1172 kata

 

Postingan terkait:

2 Tanggapan untuk "The New Beginning (fanfic It's Okay To Not Be Okay)"

Dav*** mengatakan...

Lanjut dong kaakkk... 😁☝️ bagus ceritanya 👍

Unknown mengatakan...

Lanjut dong

Comment