Ini namanya
tafsir Al-Qur’an yang dibuat Ibnu Katsir dan diringkas oleh Muhammad Nasib Ar-Rifa'i. Sebuah buku tebal,
sangat-sangat tebal, yang nyaris saja hanya menjadi pajangan di lemari buku
saya.
Tapi
alhamdulillah Allah memberi ilham buat saya membacanya setelah pertemuan dengan
Scientia Afifah. Dia adalah seorang sosok yang saya putuskan menjadi narasumber
kunjungan (dalam bahasa Arab disebut “Jaulah”) kelompok binaan saya di kampus.
Sosoknya adalah cerdas Qur’ani dengan hafalan Qur’an yang masyaAllah masih
selalu istiqomah dia ulang-ulang (murojaah) sebagai bentuk tawadu’ saat ditanya
sudah berapa juz hafalan Qur’annya.
Alhamdulillah.
MasyaAllah. Betapa benar sabda Rasulullah yang menyatakan jangan menyepelekan
tiga hal , amal, dosa, dan orang lain. Amal, karena kita tidak pernah tau
amalan mana yang diridhoi Allah. Dosa, karena kita tidak tau dosa yang mana
yang membuat Allah murka sehingga menurunkan adzab-Nya. Orang lain, sebab Allah
menyembunyikan orang-orang pilihan-Nya, manusia-manusia langit, di antara
orang-orang yang menurut ukuran populer bisa jadi tidak masuk ke dalam
kriteria.
Scientia
Afifah adalah adik kelas beda fakultas ketika saya dulu berkuliah di UI. Tidak
pernah berkenalan akrab sejujurnya, tapi saya selalu berdesir takjub tiap
mengingat keluarganya yang istiqomah dalam kecintaan terhadap Al-Qur’an. Bunda
dari Scientia adalah Ibu Wirianingsih, anggota DPR RI periode lalu, yang dengan
seabrek-abrek aktivitasnya tetap mendidik anak-anaknya dalam kecintaan besar
terhadap Al-Qur’an.
Alhamdulillah.
MasyaAllah. Betapa saya ingin mengenalkan orang-orang seperti Iffah, panggilan
akrab Scientia, kepada para adik-adik saya, yang sedang mengggali dan belajar
Islam bersama saya.
Sebab saya menyadari, ilmu dan kecintaan saya terhadap
Al-Qur’an masih luar biasa malu untuk sekedar dibandingkan dengan ilmu dan
kecintaan Iffah sekeluarga terhadap Al-Qur’an.
Apa saja
hasil Jaulah kepada Iffah? Banyak. Meski hanya sekitar 1 jam, dan itupun terpotong
dengan rengekan Ksatria yang ingin berjalan-jalan sebentar keluar saja. Saya
berusaha mencuri dengar kuat-kuat apa saja yang disampaikan oleh seorang Iffah,
dan masyaAllah memang betul tiada yang patut kita cintai daripada orang yang
sholihin/sholihat karena dari mereka kita bisa mendapat tamparan yang mengoyak
iman ini untuk segera bebenah :’)
Iffah
menyampaikan bahwa dalam membaca Al-Qur’an, kita harus menyediakan hati untuk “menerima”
isi Al-Qur’an dengan ketaqwaan. Karena apalah bedanya kita dengan Snouck
Hurgronje yang mati-matian berusaha menghafal isi Al-Qur’an untuk memecah belah
kaum muslimin.
Naudzubillah.
Iffah juga
mengisahkan tentang saudari yang dia temui di San Fransisco yang mempelajari
Al-Qur’an dengan penuh semangat meski belum mendekap hidayah untuk berjilbab,
tapi subhanallah semangatnya dalam mengikuti kajian-kajian Al-Qur’an
Ah, Iffah.
Betapa bisa mendengarmu bertutur sebentar saja sudah membuatku malu, malu atas kealpaan yang
banyak saat berinteraksi dengan Al-Qur’an. Meski hanya sedikit yang bisa terdengar saat
kunjungan kemarin, tapi masyaAllah, bertemu orang sholin/sholihat itu saja
sudah sebuah tafakkur yang indah :”)
Jazakallah khoyron katsiiron, Scientia Afifah...
:)
Belum ada tanggapan untuk "Tafsir dan Scientia"
Posting Komentar