Judul yang panjang sekali tapi
menggambarkan sekali kok, hmmmm.
Iya, hari Jum’at kemarin saya
mendapat kabar duka cita yang membuat hati saya terpotek sangat parah sekali.
Teman liqoan saya pertama kali
dahulu kala telah berpulang ke Rahmatullah alias meninggal dunia….
:’((((
Beliau meninggal dunia setelah
melahirkan anaknya 6 hari….
Jadi setelah takziah (ngelayat) ke
rumahnya memberi saya berbagai insight sekali.
Salah satunya adalah tentang
pemaknaan hidup itu sendiri
Ah,
Saya seringkali menganggap hidup
ini adalah apa adanya, mengalir, bukan pemberian paling berharga dari Allah.
Setelah melihat dengan mata kepala
sendiri, sesosok jenazah terbalut kafan putih yang merupakan sosok kawan saya
itu, pertahanan saya runtuh seketika…
Hati saya serasa ditampar
bolak-balik…
Pikiran saya serasa diganggu oleh
disonansi….
Hidup ini sangat-sangat berharga
sekali. Begitu seseorang meninggal dunia, tidak ada kemungkinan lagi dia bisa
mengulangi kehidupannya lagi…
Fakta ini seolah mencerabut saya
dari tempat duduk saya dan melesakkan saya ke lembah penyesalan terdalam.
Iya, saya menyesal.
Sekaligus ketakutan…
Sudah melakukan apa saja saya
selama 30 tahun ini?
Berapa tahun sisa usia saya di
dunia ini?
Apa saja amanah yang harus saya
tunaikan sebelum saya meninggal dunia?
Bagaimana kelak saya akan dikenang
setelah meninggal?
Apakah keluarga saya akan siap saat
saya meninggal?
Semua pikiran itu menghantam-hantam
kepala saya dalam satu waktu bersamaan.
Apalagi saat saya melihat sosok
suami almarhumah kawan saya.
Ya Allah….
Hati saya pecah seketika
:’(((
Sosok lelaki muda yang matanya berkaca-kaca yang
kesana kemari mengambil berkas-berkas administratif untuk persiapan pendaftaran
pemakaman…
Sediiiih….
Sedih banget liatnya…
Saya seolah merasa ikut-ikutan mau
menangis. Saya seolah merasa ikut-ikutan hidup saya berhenti di hari itu…
Di hari dimana istrinya meninggal
dunia..
Ya Allah, belum lagi ketika menatap
bayi almarhumah yang baru berusia 6 hari.
Hati saya membisu seketika.
Saya tidak bisa mengatakan sepatah
katapun.
Saya hanya bisa menatap bayi lelaki
tampan berhidung mancung yang tengah lelap tertidur itu….
Dia belum tau ibunya sudah tiada…
Dia belum tau bahwa ibunya pergi
meninggalkan dunia ini di saat umurnya baru 6 hari.
Saat itupula saya merasa telah
melalaikan karunia terbesar yang Allah berikan kepada saya, yaitu hadirnya atau
HIDUPNYA orang-orang yang saya kasihi.
Iya, HIDUPNYA mereka yang kita
cintai seringkali kita abaikan untuk disyukuri.
Fakta bahwa mereka hidup seolah
tertutup oleh kelemahan mereka, kesalahan mereka.
Arrrghhhh
Saya seketika langsung merasa ga
enak ngapa-ngapain..
Mood saya drop seketika. Saya down,
sedown-downnya down… Saya sedih tapi tidak bisa mengekspresikannya…
Wafatnya kawan ini saya begitu
mengagetkan sekaligus memberi saya tamparan keras sekali.
Betapa saya tidak boleh lagi
mengabaikan nikmat satu helaan nafaspun…
Betapa saya harus belajar memaafkan
sesiapa saja karena fakta bahwa mereka hidup dan ada, itu sudah lebih dari
cukup untuk menghapus kesalahan-kesalahan mereka…
Iya, hidup.
Hidup.
Sesuatu yang terasa biasa karena
telah lupa kita syukuri. Padahal begitu seseorang meninggal dunia berarti dia
tidak pernah bisa kembali lagi…
Huks
Huhuhu
:’((((((
Saya tuh jadi pengen meluk semua
orang, bilang bahwa saya tuh sedih, sediiih sekali, dan minta maaf kalau saya
sudha menyia-nyiakan fakta bahwa mereka HIDUP adalah kenikmatan terbesar yang
pernah ada…
Suami saya…
Ibu saya…
Ayah saya…
Mertua saya….
Semua alhamdulillah hidup dan ada….
Betapa saya terasa sedih mendapati
fakta bahwa dua tahun yang lalu ibunda kawan saya yang wafat ini pun telah
duluan wafat mendahuluinya….
Semua orang yang takziah menatap si
bayi seolah sambil serempak berpikir,
“Kasihan bayi ini, ibunya wafat,
neneknya pun wafat”
Saya seolah bisa mengamini
kekhawatiran mereka. Betapa sosok keibuan dari ibu dan nenek memang bisa saling
melengkapi dalam kehidupan seorang anak…
Betapa kasih sayang dari sosok
keibuan akan berbeda dengan sosok ayah, paman, kakek, dsb.
Ah, saya sekali lagi seolah ditampar
tepat di depan mata sendiri…
Betapa saya jarang mensyukuri fakta
menenangkan bahwa ibu dan ibu mertua saya alhamdulillah masih hidup…
Meskipun mereka tidak membantu saya
secara langsung dalam mengasuh anak-anak, tetapi fakta HIDUP mereka harusnya
membuat saya bersyukur tidak putus-putus…
Ya, mereka HIDUP..
Tiba-tiba saya merasa jadi lebih
melankolis dari biasanya…
Saat saya menatap matahari pagi,
saya ingat bahwa almarhumah tidak bisa lagi menatapnya.
Saat saya berjalan membeli belanja
pagi hari, saya tersadar bahwa almarhumah tidak bisa lagi melakukan hal ini…
Ah, ya, memang benar Rasulullah
bersabda…
Kematian adalah sebaik-baik nasihat…
Dan kematian almarhumah kawan saya
ini menjadi nasihat bagi saya pribadi untuk tidak menganggap hidup ini
biasa-biasa saja….
Tetapi hidup ini sejatinya adalah
hal yang luarbiasa adanya.
Fakta bahwa saya masih HIDUP adalah
sesuatu yang harus mampu mengalahkan semau rasa lainnya…
Kecewa, sedih, takut, marah. Semua harus
habis oleh fakta bahwa saya masih diberi nikmat hidup oleh Allah SWT…
:’)
:’)
:’)
1 Tanggapan untuk " Hidup yang Sangat Berharga (Refleksi Setelah Takziah Ke Pemakaman Teman yang Wafat Setelah Melahirkan)"
Wujudkan Impian Anda Disini & Ajaklah Teman-Teman Anda Semua Untuk Ikut Bergabung Bersama Kami Hanya Di http://www.dewalotto.me !!!
Raihlah Mimpi Anda Setiap Hari & Jadilah Pemenang !!
Posting Komentar