Bapak


-

-

-

Ada momen-momen di mana mood kita terasa sangat-sangat drop tapi kita tidak tau apa penyebabnya.

Bisa jadi karena PMS alias pre-menstrual-syndrome atau bisa jadi hal lainnya.

Tadi saya pun mengalaminya....

Saya merasa seperti ada awan super gelap menyelimuti pandangan saya.

Suami saya mengajak berdiskusi tentang agenda hari ini dan kisah pada hari kemarin.

Saya pun berusaha mendengarkan dan menyimak dengan seksama.

Senyuman pun saya pasang di wajah saya.

Sembari saya mencari-cari apa yang terjadi di dalam hati saya.

Jam pun berdetak melewati pagi hari.

Si sulung sudah berangkat ke sekolahnya.

Suami saya yang masuk siang karena ada agenda pekerjaan lain, asyik sekali menemani si bayi 2 tahun bermain.

Sementara itu hati saya masih gelap.

Gelap, gelap sekali....

Seolah-olah saya adalah orang paling menderita di muka bumi.

Saya masih tetap menggalinya hingga ke dasar hati.

Pasti ada penyebab mengapa mood hidup saya runtuh hingga ke palung jiwa seperti ini.

Hingga satu momen saya seperti ingin berteriak "AHA!"

Saya pun mengingatnya....

Kejadian hari kemarin yang membetot kesedihan saya hingga ke titik nadirnya.

Bapak.

Ya, Bapak saya menelpon saya.

:')

Rupanya itu yang menjadi sumber kegelisahan saya.

Saya pun mengutarakannya kepada suami saya.

"Neng sekarang inget apa yang bikin mood Neng drop, A.."

"Apa, Neng?"

"Bapak kemarin nelpon, A"

"...."

"Bapak nelpon cuma nanya obat batuk apa yang cocok untuk batuknya yang ga sembuh-sembuh sudah 3 minggu"

Lalu pecahlah tangisan saya.

Saya menangis tersedu-sedan di pelukan suami saya.

Air mata saya seolah ambrol dari bendungan yang saya simpan rapat-rapat sejak kemarin menerima telpon dari Bapak.

Bagi yang belum mengetahuinya, Bapak saya sudah lama berpisah dengan ibu saya.

Tepatnya saat saya kelas 2 SMP. 

Saya jadi ingat bahwa saya selalu ambruk pertahanan jiwanya jika berinteraksi dengan Bapak.

Bapak seolah-olah masuk ke alam bawah sadar saya....

Tokoh dan peristiwa yang ingin sekali saya kubur dalam-dalam, padahal itu pertanda saya teramat merindukannya sekali...

:'(

Huks.

Saya jadi teringat saat pertama kali mengobrol dengan suami setelah acara pernikahan kami.

Hal pertama yang dia tanyakan adalah fakta dan perasaan saya tentang sosok Bapak.

Dia seolah langsung menuju jantung pertahanan jiwa saya dan berkata,

"Aku ingin menemanimu menghadapi luka ini, bersama-sama selama-lamanya"

Huks

Saya selalu mengingatnya dengan baik.

Bagaimana suami saya yang berasal dari keluarga bersatu dan harmonis bisa mengayomi saya yang berasal dari keluarga yang "unik".

Saya akan menggunakan kata "unik" daripada "broken home".

Karena saya pikir-pikir kembali, di usia saya yang sekarang ini (30 tahun) saya jadi tahu betul bahwa frase "broken home" seringkali sangat subyektif....

Bisa jadi yang broken itu hanya hubungan suami istri.

Tapi semua yang lain tetap utuh hanya saja dia utuh dengan cara yang unik.

Cinta di antara ibu dengan anak-anaknya tetap utuh...

Cinta di antara bapak dengan anak-anaknya tetap utuh...

Ya.

Saya pikir frase "broken home" hanya cocok jika dipakai oleh seorang remaja.

Dan saya takkan menyalahkannya.

Beberapa waktu lalu saya menemukan buku diary saya di jaman SMP.

Dan jika waktu bisa diputar ulang kembali, jika saya bisa menemui Dea remaja, saya ingin sekali berkata:

"Dea.... Dea remaja yang mencoba tegar di tengah badai keluarga... 

Semua akan baik-baik aja, De. Percaya deh... Semua akan baik-baik aja... 

Kamu akan baik-baik aja.... Ibumu juga akan baik-baik aja... Bapakmu juga.. 

Terima kasih karena telah kuat di usia remaja. Terima kasih karena telah memilih menulis di lembar-lembar buku harian untuk mengalirkan segala keresahan daripada kenakalan remaja. Semua akan baik-baik aja, De. 

Dan kamu harus percaya pada Allah dan pada dirimu sendiri. Kamu kuat, dan akan selalu begitu"

.....

:'(((


Huwaaaa

Ternyata begini rasanya yah.

Karena di usia saya yang sekarang, saya membayangkan jika tulisan-tulisan saya di baca oleh anak-anak saya.

Saya ingin anak-anak saya tau bahwa saya tidak menyerah untuk menggali, ke dalam jiwa, untuk menemukan sumber luka itu...

Sumber luka yang selalu setia saya bawa-bawa kemana-mana.

Ternyata sumbernya adalah rasa rindu mengakar pada sosok kehadiran seorang Bapak.

Dan saya tau betul, ketidakhadiran beliau adalah hasil dari berbagai kejadian..

Karena kini saya tau betul susahnya menjadi orang dewasa yang menjalani pernikahan..

Bapak, if you read this,,

I just want you to know, Pak...

I always miss you, Pak..

Kukira aku anak yang durhaka karena tak pernah merindukan dirimu, Pak..

Tapi ternyata rindu itu jauh-jauh kusimpan di alam ketidaksadaran, Pak..

Satu telpon darimu membuka segel alam itu, Pak...

Aku rindu dirimu, Pak...

Mungkin aku yang remajalah yang merindukanmu,Pak.. Aku remaja yang masih tersimpan di dalam jiwaku lah yang teramat sangat merindukanmu, Pak..

Waktu tak bisa diputar ulang, tapi aku selalu percaya kita selalu bisa saling mendoakan kapanpun dimanapun, Pak..

Ada banyak tragedi yang kau simpan sendirian dalam kehidupanmu, Pak..

Dan kau selalu menyimpannya rapat-rapat sendirian..

Aku mendoakanmu agar dirimu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, Pak..

Aku mencintaimu, menyayangimu, dan merindukanmu setiap hari.

Terima kasih telah menjadi Bapak yang baik..

Selamanya Bapak adalah Bapakku.

Terima kasih Pak.....

:)

Postingan terkait:

3 Tanggapan untuk "Bapak"

Sukma (lantanaungu.com) mengatakan...

Aku juga gitu, kemarin abis nulis antologi tema "I'am survivor" aku mengisahkan itu. Ternyata air mata itu masih membludak, kupikir udah kering.

dea alias dey mengatakan...

Ah, rupanya beberapa air mata tidak sadar kita simpan di alam bawah sadar ya Mba~big hugs~~

Elsha mengatakan...

Hai, Dea. Jadi ikut pengen mewek lho baca ini :)

Eniwei, entah kenapa ku pikir Bapak mu sebenarnya juga kangen.. mungkin beliau telpon semacam isyarat bahwa di tengah sakitnya, ingin ada keluarga yang temani.. just my two cents.

mengingat saya pun tinggal jauh dari orang tua, jd ingin telpon mereka sekarang :)

Comment