Agustus 2010
“Apa yang mau kamu katakan, Dip?”
“Mimpi. Mimpiku semalam terlalu absurd, Run. Dan aku harus
memberitahumu sesegera mungkin.”
“Kamu terlalu lelah mungkin, Dip. Seorang Dipta yang
perfeksionis tengah menyelesaikan skripsinya di semester 7. No wonder
mimpi-mimpimu absurd, Dip.”
“No. It wasn’t like that, Run. Ini lebih seperti…hmm, apa
ya? Ah, lebih seperti terlempar ke masa depan!”
“Another science-fiction, Dip?”
“Oh, c’mon Runa, dengarkan aku dulu, okey? Mimpiku ini
melibatkan kamu, 98%-nya tentang kamu dan aku harus, seperti harus-harus sangat
harus memberitahumu….”
“Dip, kalau di dalam mimpimu itu sesuatu yang buruk
menimpaku, ada baiknya mimpi itu jangan kau beritahu kepadaku…aku percaya bahwa
mimpi buruk bukan sesuatu yang harus dibagikan. Even to your best friend.”
“Runa…..”
“Ayo, kita ke kafe langganan kita itu yuk! Traktir aku es
krim seperti katamu minggu lalu atau minggu depan tapi es krim-nya dobel, no, no, eksrimnya harus tripleee, yippiiiieee”
“Wait, Run, Runa!”
Agustus 2013
“I hate this. I hate you so much, Run..”
“Please, Dip… Bukannya aku tidak mau memberitahukan ini
kepadamu…”
“Tapi, apa?”
“Tapi kamu terlalu perasa dan pemikir, Diptaaa. Aku akan
sembuh kok. I’m totally fine. Dokter bilang tumor di rahimku ini masih jinak. Jadi
setelah beberapa kali terapi, aku akan pulih 100%. Jangan khawatir, jangan
khawatir tentang aku, Dipta, okey?”
“Runa...”
Agustus 2015
“Run, will you marry me?”
“Dip, are you prank me right here right now? Ini lampu
bioskop udah menyala lagi lho, Dip. Tuh orang-orang sudah beranjak dari kursi
mereka, the movie is over, Dipta”
“Justru karena udah menyala, Run. Kehadiranmu di dalam
hidupku seperti lampu bioskop ini, Run, memberi perbedaan, sangat-sangat besar,
tentang apa yang harus dilakukan setelah ini…iya, iya, kamu akan bilang aku
cheesy dan sebagainya. Tapi let me know, Run, masihkah dan bisakah aku menjadi
suamimu?”
“Dip…”
“Iya aku telah melamarmu lima kali dan kamu telah menolakku
sebanyak lima kali juga sejak kita kecil dulu.”
“Dip, aku bahkan tidak menghitungnya”
“Kurasa karena aku perasa makanya aku menghitungnya”
“Dipta…”
“Jadi? Will you marry me, Run? Memulai kisah baru kita sebagai
sepasang suami istri, mewujudkan mimpiku untuk selalu mendampingi dan
melindungimu dari badai kehidupan?”
“Dip, aku tidak…”
“Tidak merasa layak? Karena apa, Run? Tumormu yang sudah sembuh?
Tumormu yang kini menjalar? Atau sisa waktumu yang kata dokter tinggal sedikit
lagi? Menonton di bioskop ini memang salah satu caraku membahagiakanmu, tapi
aku ingin lebih daripada ini. Bukan. Bukan hal-hal semacam itu. Aku ingin resmi
melindungimu dalam naunganku. Selamanya di dalam naunganku, Run…”
Agustus 2020
“Kamu harus meniup lilin di atas kuenya, Dip”
“Lalu apa, make a wish?”
“Iya, make a wish”
“Baiklah aku tiup ya lilinnya…huuuh”
“Yeeiy, hoooraayy, sekarang make a wish, Dip. Ayo sebutkan
keinginan kamu di usia 31 tahun ini. Kamu harus mengucapkannya di dalam hati,
kata orang itu juga termasuk ke dalam doa…”
“Aku tidak punya keinginan apa-apa lagi.”
“Eh?”
“Semua keinginanku sudah terpenuhi. Kamu sebagai istriku.
Kamu sembuh. Kamu mengandung anak kita. Itu semua keinginanku dalam hidup. “
“Dipta…”
“Apa, kamu pasti mau bilang aku perasa dan pemikir lagi atau
romantically hopeless lagi?”
“Bukaaan, aku mau bilang aku mencintai kamu sangat-sangat
mencintai kamu, sedari dulu tahun pertama kita bertemuuuu, huhuhu, I love you
Diptakuu”
“Ah, tell me, tell me more, pleasseee”
Dipta memeluk istrinya dengan erat. Seperti janjinya,
seperti mimpinya, dia akan melindungi dan menaungi Aruna dengan sekut tenaga
yang dia miliki. Karena baginya Aruna adalah dunianya, adalah mimpi-mimpinya.
Aruna adalah segalanya bagi seorang Pradipta.
Belum ada tanggapan untuk "Aruna - Pradipta (Cerita pendek)"
Posting Komentar