Fira’s
Kupikir
kamu dan aku bisa sama-sama belajar menumbuhkan cinta di dalam pernikahan ini.
Ternyata aku salah, Giri. Sangat-sangat salah…
“PLAK!!”
Satu tamparan
keras mendarat telak di pipi kiri Giri. Fira tidak menyangka akan sampai hati menampar Giri,
suami yang baru dinikahinya siang tadi.
“Kamu,
tidak berhak mengatakan apapun soal ibuku, Giri. Tidak-pernah-berhak! SANGAT TIDAK BERHAK!”
“Meskipun
kamu sudah tahu bahwa ibumu telah dilunasi semua hutangnya oleh ibuku, Fir? Meskipun
kamu tahu bahwa kamu telah “dijual” oleh ibumu dan dinikahkan olehku?”
“Giri! Satu
kali lagi, satu kali lagi kamu berani berkata apapun tentang ibuku…aku akan..akan..akan…”
“Akan apa,
Fir? Menamparku lagi di pipi kananku? Kamu bercanda, Fira.”
Dada Fira
naik turun akibat emosi yang menggelegak. Fira sudah diberitahu tentang Giri,
suami yang dijodohkan oleh ibunya ini adalah tipikal lelaki unik yang lebih sering diam daripada berkata-kata. Tapi, Fira tidak tahu bahwa sekali berkata-kata, Giri mampu
melukai hatinya bahkan di beberapa jam setelah pernikahan mereka.
“Aku akan
tidur di tempat tidur, entah kamu mau tidur seranjang dengan ‘suamimu’ ini atau
tidak, yang jelas aku tidak peduli sama sekali kamu mau tidur di mana, Fira.”
Giri
menyibak selimut tebal ranjang hotel yang di-booking untuk honeymoon
mereka itu. Honeymoon dari Hongkong! Fira misuh-misuh tidak jelas di
dalam hatinya. Ia merasa amat dongkol dengan kalimat Giri tentang ibunya. Tapi sedetik
kemudian Fira mendengar dengkur halus dari arah tempat tidur.
Perlahan
Fira mendekati tempat tidur lebar nan empuk hotel itu, diliriknya wajah Giri
yang sudah pulas tertidur.
Huh, memang
apa sih salahnya mau dijodohkan dengan anak sahabat ibumu? Fira mulai mengomeli
dirinya sendiri. Tidak ada, kan? Ya, benar. Tidak ada salahnya. Apalagi ibu Fira
telah mengenalkan Giri dengan Fira sejak kecil….
Ya, mereka
pernah bertemu beberapa kali. Tapi itu semua peristiwa yang sudah lama saat
mereka masih jadi tetangga dahulu saat Fira dan Giri masih kecil di kota Bandung.
Pada umur 9 tahun Fira sekeluarga pindah ke Jakarta dan dia tidak pernah lagi
bertemu Giri, hingga setengah tahun lalu.
Saat ibu
Fira menyatakan bahwa dia akan menjodohkan Fira dengan anak sahabat terbaiknya.
Harusnya
tidak sesulit ini memulai pernikahan dengan seorang Giri. Harusnya….
***
Giri’s
Kujaga kau
dari sakit hati yang terparah, Fira.
Aku
mencintai perempuan yang kunikahi siang tadi. Dia adalah cinta pertamaku.
Ya, cinta pertama yang kujaga dalam tiap doa-doa agar tidak ada yang melamarnya sampai aku siap untuk melamarnya. Aku meminta ibuku untuk melamarkan Fira untukku.
Betapa bahagianya diriku saat kudengar bahwa Fira menerima usul perjodohan ini.
Sampai
satu bulan yang lalu aku mendapat diagnosa glioblastoma dari dokter di sebuah
rumah sakit saat aku pingsan di kantorku.
Sialnya
penyakit Glioblastoma ini memiliki angka kesembuhan yang sangat kecil.
Dokter
mengatakan mungkin umurku hanya 3 bulan lagi. Aku marah. Aku sedih. Dan aku
sempat ingin membatalkan pernikahan ini. Tapi ibuku melarangnya.
“Fira sudah
menerima perjodohan ini, Giri. Jangan kamu putuskan harapannya untuk menikah dengan
membatalkannya.”
“Tapi aku
akan meninggalkannya sendirian, Bu! Fira akan menjadi janda, apa Ibu tega
melakukan itu kepada Fira? Kepada putri dari sahabat Ibu sendiri? Jawab aku,
Bu!”
“Giri, kehidupan
ini adalah misteri illahi… Pernikahanmu kelak juga adalah sebuah misteri illahi…
Tugas kita hanya berikhtiar dan berdoa sekuat-kuatnya.. Ibu yakin ada kebaikan
dalam pernikahan, sependek apapun usia pernikahan itu.”
Sumpah mati
aku lebih baik meninggal sendirian daripada harus meninggal dalam pelukan Fira.
Tapi aku juga tidak sampai hati untuk membatalkan pernikahan ini. Aku tidak mau
menyakitinya. Aku tidak mau menyakiti perasaan Fira.
Maka aku menyusun
sebuah rencana….
Rencana di
mana aku lebih baik dibenci oleh Fira sejak hari pertama pernikahan… Kuharap
dengan kebencian, Fira lebih mudah melepasku saat aku meninggal dunia nanti…
Maafkan aku,
Fira.
Aku telah sangat
egois menikahimu.
Aku
mencintaimu, sangat-sangat mencintaimu.
P.S.
Kamu
terlihat cantik meskipun kamu sedang marah dan menamparku, Fir…
P.S.S
Aku mengangkatmu ke tempat tidur. Aku tidak mau istriku tidur di sofa seperti itu.
Belum ada tanggapan untuk "Dearest Fira (Cerita pendek)"
Posting Komentar