Hello, apa
kabar pembaca? Bisakah mendengar detak jantung kalian sendiri? Dan meresapinya
secara mendalam.. Itulah makna sebenar-benarnya dari menulis.. Merasakan
hal-hal paling sederhana yang sering terlupakan (backsound: CIYEEEE AWALNYA
PUITIS CIYEEE)
Hahahahaa.
Apa kabar semuaaa? Maap baru bisa nulis lagi yaak. Biasa deh emak-emak beranak
satu aja udah sibuk yey. Gimana anak sepuluh coba? Pingsan mulu kali yak xD
Sekarang saya
mau bercerita tentang perasaan saya tentang ibu. Udah sering sih, emang iya, hahah.
Tapi ini dikaitkan sama pengalaman saya sebagai anak UI jaman mahasiswa dulu
(backsound : CIYEEE NOSTALGIAA) Wkwkwkwk.
Setelah
menjadi ibu dan mendengar cerita-cerita kenyataan keseharian ibu-ibu sini, saya
jadi merasa jadi ada sesuatu yang putus deh. Bukan, bukan hubungan kok, karena
sesuatu yang tidak pernah dimulai definitif tidak akan pernah putus definitif
pula kan?WOOOO SORAKIN DEYAAA ;)))
Sesuatu
yang putus itu adalah situasi dan kondisi sebagai mahasiswa UI dengan peran
sebagai ibu-ibu. Itu putus banget deh. Seputus-putusnya. Asli.
Sebagai
anak UI yang saya inget sih, kita diajarin tentang menjadi agen perubahan alias
agent of change gitu kan. Terus juga diajarkan tentang UI yang merupakan
miniatur kehidupan nasional.
Terus diajarkan tentang upaya meninggalkan kesan ‘menara
gading’ dari UI itu sendiri.
Hufff.
HUHHHH
Kenyataannya
sih saya merasa UI masih jauh banget dari itu semua… Jauh banget. Peran suami
istri atau ayah ibu bisa dibilang jauh tapi bisa juga dibilang deket dari peran
mahasiswa. Dan jadi anak UI
TUH NGGA ADA BANGET DEH EFEK KESANANYA.
KZL
Ya iya sih
UI kan mencetak sarjana yang berorientasi keilmiahan yaa. Ngga ada
nyambung-nyambungnya banget sama dunia orang tua atau dunia masyarakat asli.
Dunia realita yang sebenar-benarnya
Tapi berasa
banget ilmu yang saya pelajari di UI ngga banyak bermanfaat di dunia
kemasyarakatan deh. Semacam malah jadi ngga ngerti gimana cara bersosialisasi
dengan masyarakat yang majemuk atau semacam bingung membuat perubahan mau mulai
darimana ini masyarakat
Ah syedihh
UI semacam
mencetak sarjana-sarjana yang siap tempur di dunia karir pekerjaan tanpa
memiliki social skill mengubah masyarakat secara masif..
Banyak
banget soalnya hal-hal kesewenang-wenangan atau yang gak ngenakin pokonya lah
tentang masyarakat kalau kita udah tercebur ke dalamnya..
Ah ini sih
karena saya terlalu sibuk aja dulu pas di kampus. Huks. Harusnya mah sejak aqil
baligh udah bersentuhan dengan dunia sosial kemasyarakatan biar ga gagap gini
pas jadi emak-emak.
Huhuhu..
Saya jadi berasa sedikit menyesal ngapain aja sih selama ini koar-koar jadi
anak UI tapi masyarakat sekeliling rumah aja ga merasakan manfaat dari saya.
Sedih tapi emang fakta..
Semakin
masuk ke dalam masyakarat, sebagai emak-emak, saya mendapat buanyaak kisah dan
juga masalah yang bikin saya sakit kepala.
Sakit
kepala karena saya jadi mual liat anak UI, jalan santai di Perpus UI trus yang
cowo pada ngerokok, sementara kampus mereka berdiri di kota Depok yang bahkan
penduduk anak-anaknya pada ngga tau apa itu UI dan dimana itu UI atau apa
manfaatnya ada anak UI
Huuuu Kalau
udah begini rasanya saya pengen menyesali seluruh sistem pendidikan ini.
Banyak
banget skill dan pengetahuan yang saya skip karena sibuk menjalani seluruh
sistem pendidikan ini… Skill mendidik anak contohnya. Di PTN mana ada yang
pernah ngajarin mahasiswi-mahasiswinya untuk mendidik anak menjadi
sholeh/sholehah
Ujung-ujungnya
emak-emak muda lulusan PTN menjadi gagap dalam euforia sekaligus dalam
bersamaan kecemasan yang besar karena kebanyakan teori tentang parenting secara
mendadak tanpa pernah menghayati dengan mendalami hakikatnya menjadi seorang
ibu…
Huuuu.
Curhaaat iniii curhaaaat. Hahahahahhahaaa
Yaudahlah
saya jadi mensyukuri keberadaan saya yang sedang menjadi emak-emak di rumah ini….
Saya
mensyukuri keberadaan saya yang sedang menjadi akar rumput…memandang menara
gading yang megah nun jauh di ujung sana
Saya yang
setiap hari berupaya apa yang bisa saya lakukan dalam menjaga anak saya sembari
mengubah masyarakat yang mengalir ke arah keburukan ini…Apa yang bisa saya
lakukan untuk memberi tau mereka bahwa begitu banyak permata-permata kehidupan
Islami yang belum mereka tau..yang akan membuat mereka lebih beres dan bahagia
dalam menjalani hidup
Hufff
Another
curhat post,,another random and unnecessary post, Dey.. But hey, sampai kamu
merasakan menjadi emak-emak 24 jam di daerah perkampungan yang rata-rata
pendidikan penduduknya adalah SMP maka kamu belum bisa mengatakan ini tulisan
random ;)
Mari
berbuat sesuatu sekecil apapun sedekat apapun untuk masyarakat kita.. Mereka
merindukan kita turun dari menara gading dan membenarkan mereka,, si akar
rumput yang menjadi penopang diam-diam menara gading……
Belum ada tanggapan untuk "Akar Rumput dan Menara Gading"
Posting Komentar