Aksi demonstrasi mahasiswa beberapa hari yang lalu cukup membangkitkan kembali memori masa lalu saya saat masih sering ikut aksi.
Ketika jadi mahasiswa UI dulu, ikut aksi adalah memori yang takkan pernah saya lupakan.
Bagaimana tidak, setiap aksi sangat berkesan sekali bagi saya.
Dari proses penyiapannya, dari teknis keberangkatannya, dari pelaksanannya di lapangan, dari gotong-royongnya mahasiswa bahkan antar fakultas antar universitas, dan dari kedalaman hati kakak-kakak tingkat yang begitu melindungi adik-adiknya saat sudah berada di jalanan....
Ah, ah, ah, rasanya saya sudah siap terlempar ke masa lalu nih...
Saya memang menargetkan ikut BEM UI sejak mengetahui diterima di UI.
Sayangnya (atau untungnya?) saya malah tidak jadi masuk ke organisasi tersebut.
Tetapi tenang saja meskipun tidak menjadi pengurus BEM UI, kita tetap bisa mengikuti aksi mahasiswa.
Beberapa aksi yang saya ingat yaitu :
- Aksi penyikapan Badan Hukum Pendidikan
- Aksi penyikapan kasus Bank Century
- Aksi 10 Tahun Reformasi
- Aksi Solidaritas Palestina
Yang terakhir ini diinisiasi oleh SALAM UI, lembaga rohani keislaman di tingkat UI.
Ah... Saya benar-benar jadi merindukan kembali masa-masa itu deh.
Hiks~~~
Menurut saya, turun aksi sebuah ciri khas sebagai mahasiswa...
Di setiap fase kehidupan, kita membutuhkan ciri khas.
Kalau dalam psikologi perkembangan dulu saya belajar mengenai tugas perkembangan setiap usia.
Nah, kalau menurut pendapat saya beda lagi, selain tugas perkembangan, setiap usia memiliki ciri khas dan ciri khas bisa membuat kebaikan jika kita melakukannya.. Meskipun begitu, ciri khas ini adalah sesuatu yang tidak wajib dilakukan atau dilewati.
Tetapi akan sayang sekali kesempatannya kalau dia lewat dan kita melewatkannya.
Heheheheu~
Dan begitulah akhirya sejak masuk UI, kami para mahasiswa UI sudah "diajari" untuk berbesar hati..
Untuk mencintai Indonesia dan mencintai rakyatnya melebihi jiwa raga kami sendiri..
Tampak lebay tapi memang begitu adanya.
Kalau ditanya ke saya sekarang, tentu saja saya sudah berbeda sekarang.
Ada hal lain yang saya cintai melebihi Indonesia dan rakyatnya, yaitu anak-anak saya.
Oleh karena itulah,
Saya katakan kalau ikut aksi saat berstatus mahasiswa itu adalah ciri khas pada usia tersebut..
Sangat sayang jika kita melewatkannya.
Karena momentumnya begitu pas, sangat-sangat pas.
Semua mendukung kita untuk turun aksi.
Namun, tetap saja pada akhirnya usia mahasiswa sebetulnya sudah memasuki usia dewasa muda.
Tugas perkembangan dewasa muda diantaranya menerapkan norma untuk dirinya sendiri.
Itulah pada akhirnya di dalam kalangan mahasiswa sendiri kadang berbeda-beda sikap atas aksi demonstrasi ini...
Ada yang setuju turun aksi, ada yang menentang, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang apatis...
Dan itu semua memiliki alasannya masing-masing.
Makanya menurut saya pribadi, cukup hebat sih demo kemarin itu menyatukan semua lapisan mahasiswa...
Dari yang akhi, ukhti, sampai yang pake makeup lengkap, sampai yang pake sayap hitam di luar jaket almamaternya lalu melenggang ala-ala Victoria's Angels pun turun ke jalan.
:')
Oiya salah satu yang meninggalkan kesan mendalam dalam demo mahasiswa kemarin adalah ketua-ketua BEM dari setiap universitas.
Para netizen menyorot ketua-ketua BEM yang tampak di mobil komando, diwawancarai hingga dipanggil ke TV ini...Ada yang mulai dari mengagumi, follow Instagramnya, sampai mengharap halu bisa menjadi istrinya.
Hihihihi.
Lucu juga ya?
Lautan mahasiswa pada demonstrasi kemarin |
Padahal di balik sebuah aksi itu bukan hanya ketua BEM yang bekerja..
Saya ingat betul, di BEM UI (dan saya yakin di BEM lainnya) selalu ada bagian aksi dan propaganda.
Begitulah nama departemen yang paling dekat dengan dunia perdemoan dinamakan di tingkat BEM UI.. Biasa disingkat akprop.
Kalau di tingkat BEM fakultas, biasanya akan dinamakan dengan departemen kajian dan strategis. Biasa disingkat kastrat.
Tugas mereka mirip.
Mereka harus mengkaji, mengkaji ulang, mengkaji lagi, pokoknya mengkaji selalu aneka isu yang beredar di rakyat Indonesia..
Bukan cuma sosial politik, kebudayaan, pendidikan, semua isu mereka angkat dan mereka kaji secara keilmuan mendalam..
Jika dirasakan dan dikoordinasikan butuh turun aksi lapangan alias demo, maka departemen kastrat/akprop ini akan melakukan langkah-langkah teknisnya.
Kalau jaman dulu langkah teknis ini memakan waktu harian.
Saya yakin hanya kisaran jam, secara gen Z ini sangat terkoneksi dengan teknologi.
Di jaman dulu, rapat koordinasi antar ketua BEM, antar kastrat, lalu finalisasi keputusan turun aksi dilakukan dalam rentang waktu hari demi hari...
Maraton rapat, maraton koordinasi, maraton komunikasi.
Kalau ada yang bingung kapan kuliahnya, maka jawabannya kadang tidak kuliah adalah jawaban yang tepat.
Para pengurus BEM UI dan BEM fakultas seringkali "memilih" lulus 1 atau 2 semester lebih lama.
Semata-mata agar dapat leluasa menjalankan aneka kerjaan ini.
Lelah? pasti.
Bahagia? pasti.
Harus selalu mendengarkan apa kata mobil komando |
Saya yakin kalau abang-abang dan mba-mba BEM UI ditanya sekarang apakah mereka menyesal bersusah payah menjadi tulang punggung demo di saat mereka mahasiswa dulu?
Mereka pastilah menjawab tidak.
Meskipun tidak masuk ke dalam CV pekerjaan.
Meskipun kadang mengorbankan jam perkuliahan.
Tetapi sekali lagi, menurut saya, saat menjadi mahasiswa, segalanya begitu pas untuk kita turun ke jalan berdemonstrasi...
:')
Ah, ah, ah...
Saya jadi teringat betapa sesi keberangkatan aksi seringkali seperti melepas ke medan peperangan...
Dulu kadang saya dipeluk satu-satu oleh mba-mba BEM..
Mereka menitipkan saya kepada kakak-kakak yang lain..
Mengingatkan untuk selalu mendengar komando dari jendral lapangan..
Dan saya pun yang waktu itu masih hijau di dunia kampus merasa terharu-biru sekali..
Euforia UI sebagai kampus kerakyatan terasa sekali bergetar di dalam hati..
Jaket kuning almamater menjadi saksi bisu debu jalanan yang kami hadapi saat aksi berjilid-jilid.
Kadang di depan DPR, kadang juga di bundaran HI, atau longmarch dari satu titik ke titik lain.
Rasanya saya tak kan pernah menyesali keputusan saya untuk ikut gerbong pergerakan saat masih mahasiswa dulu...
:')
Dan karena itulah saya memaklumi dan sangat mendukung sekali aksi mahasiswa kemarin..
Mereka terlalu banyak tuntutan?
Biarkanlah, mereka sedang belajar..
Mereka tidak fokus?
Biarkanlah, mereka sedang belajar...
Mereka salah tujuan ke DPR?
Biarkanlah, mereka sedang belajar...
Karena saya yakin, di balik segala kekurangan sebuah aksi demonstrasi mahasiswa, tindakan tersebut sudah dipersiapkan dengan mendalam...
Seperti yang tadi katakan, kajian demi kajian, koordinasi demi koordinasi...
Hingga akhirnya berangkatlah mereka ke jalanan menyuarakan aspirasi...
Ah...
Saya pun masa-masa dimana saya merasa aksi adalah sarana katarsis..
Ujian jelek, tugas mandeg, perkawanan nyebelin, semua bisa disalurkan lewat semangat berapi-api saat aksi..
Seperti juga kemarin ada poster yang tertangkap kamera berisi kalimat "DEMO DEMI FEED INSTAGRAM"
Sebetulnya kita tidak bisa menghakimi mereka yang berbelok niatnya ini..
Karena saya yakin turunnya mereka ke jalanan saja sudah membuat penguasa berpikir panjang.
Apalagi sampai tumpah ruah begitu seperti kemarin..
Ah...
Saya sangat salut para mahasiswa bisa menggerakkan mahasiswa yang apatis, belum pernah ikut demo lalu mau ikutan demo...
Saya tau dan paham sekali rasanya mengajak kawan-kawan, memahamkan isu, lalu mengajak berangkat aksi itu tidak mudah lhooo.
Jadi sekali lagi saya sangat mengapresiasi kegiatan demo mahasiswa kemarin itu...
Rasanya mengaktifkan kembali "darah muda" di kami-kami ini generasi milenial..
Di timeline Twitter saya pun nampak kawan-kawan saya yang seusia saya, mendukung para mahasiswa ini..
Dan mereka sesekali mengucapkan
"Ah...jadi kangen turun aksi"
Karena pengalaman menghirup debu-debu jalanan, suara yang habis karena teriakan, antrian sholat di masjid gedung terdekat, berdesakan pulang di bis dan kereta, dan menutup wajah rapat-rapat selama aksi agar tidak tertangkap kamera wartawan sungguh takkan bisa terlupakan....
:')
1 Tanggapan untuk "Kembali Ke Jalanan"
Aku auto ingat korlapku,, yg aku taksir
Ehh
Posting Komentar