Ada pendapat di sebuah postingan tentang menikah dan
kohabitasi (perilaku hidup bersama partner seks tanpa pernikahan) yang menarik
minat saya..
Seseorang berpendapat bahwa imej menikah selama-lamanya
telah membutakan orang-orang dan justru menjebak mereka dalam kesalahan tiada
henti
Kohabitasi-lah yang akan dia pilih, kalaupun nanti menikah,
maka dia akan menikah dengan orang yang telah kohabitasi selama 70 tahun
bersamanya misalnya sebagai sebuah hadiah atas kesetiaan pasangannya tersebut.
………..
Dear semua di luar sana, huff huff rasanya setelah menikah
saya tau mengapa Allah sebut pernikahan ini Mistaqan Ghaliza atau perjanjian
yang kokoh..
Saya tau sungguh…
Sebab kebersatuan jiwa dan tubuh dan pikiran adalah sesuatu
yang sangat kokoh bekas maupun hikmahnya
Sebab pernikahan melindungi semua mendapatkan hak dan
kewajiban yang berujung pada ketentraman hati
Sebab kohabitasi mungkin saja memberimu bahagia tapi
fitrahmu akan mengusik tanya , sampai kapan kau mau seperti ini
Sebab kohabitasi bisa saja sampai berpuluh-puluh tahun
seperti pernikahan, tapi ketentramanmu akan jauh berbeda bila ada yang mau
membandingkan
Tiba-tiba saja saya merasa dilanda perasaan aneh.
Saya ingin menggenggam tangan dan hati mereka yang lebih
memilih kohabitasi, lalu membiarkan luka itu terbeberkan
Ya, sebab rata-rata yang menjauhi pernikahan dan memilih
kohabitasi, memiliki luka. Nun jauh di dalam sana
Luka yang mungkin dia sudah pupuk dan sirami setiap hari.
Mengakar. Hingga kepada fitrah pernikahan pun ia merasa jeri
Diam-diam saya merasa berdosa, dosa yang teramat jauuh
membentang
Mungkin sayalah orang sok suci dan merekalah sosok-sosok tak
tertemani bahkan tak tersentuh kebaikan fitrah Islam
Oh, saudari dan saudaraku,
Bersama Allah selalu ada jalan bagi kemurunganmu.
Bersama Allah selalu ada pintu taubat terbuka lebar
Sebab setiap luka itu tangga, menuju taqwa jika kita
bersabar
*hiks*
-semoga cahaya Allah datangi mereka-
-racauan tengah malam-
Belum ada tanggapan untuk "Pernikahan dan Kohabitasi"
Posting Komentar