Assalamualaikum! Hai, para pembaca!! Lanjut
yaa masih bersumber dari buku “Prophetic Parenting”, saya mau melanjutkan
hal-hal apa aja yang bisa membangun jiwa anak-anak.
Ini dia ya lanjutannya yaaa~
MEMOTIVASI & MENDUKUNG POTENSI ANAK
Wah ini kalau di buku “Prophetic Parenting”
contohnya tentang Abdullah bin Umar bin Khattab yang pas masih kecilnya udah
sering kumpul bareng Rasulullah dan para sahabat.
Nah Rasulullah bertanya suatu pertanyaan,
ga ada orang yang jawab, Abdullah bin Umar tuh tau jawabannya tapi sungkan
karena Abu Bakar dan Umar Bin Khattab (ayahnya sendiri) aja ga jawab.
Nah begitu pulang, Abdullah bin Umar ini
cerita ke ayahnya langsung deh kena gaplok eh kena tegur, hehehe.
Umar Bin Khattab menegur putranya karena ga
mau mengungkapkan jawabannya.
Ternyata kalau di iklim ilmiah bukan saatnya
merendahkan hati dan enggan mengungkapkan kebenaran.
Keren yaaa
Ternyata pemberian hadiah juga dianjurkan
Rasulullah untuk jadi motivasi anak-anak. Saya jadi inget deh waktu saya kecil
dulu, ibu saya memotivasi kami dengan hadiah buku..
Jadi waktu itu saya baru bisa baca Al-Qur’an
setelah menyelesaikan iqro 1 – 6, nah Ibu saya menjanjikan hadiah buku jika
saya bisa meng-khatam-kan Al-Qur’an…
Whoaa~~
Saya seneng bangettt. Ke toko buku terus
bisa milih buku itu surga bangetttt buat pecinta kata-kata seperti saya.
Nah ternyata menjanjikan hadiah ini adalah
salah satu yang bisa membangun jiwa anak-anak kita.
Hmmm. Gimana dengan Ksatria? Ksatria sendiri
sih seringnya dihadiahi tanpa syarat.
Wkwkwk.
Parah sih ntar diubah deh, diajak kebaikan
dulu baru dihadiahin, jadi bisa berfungsi jadi motivasi juga kaaan.
MEMBERIKAN PUJIAN & SANJUNGAN
Nahh ini juga salah satu caranya membangun
jiwa anak-anak kita nihh. Memberikan pujian dan sanjungan itu ga haram kok.
Asal tau caranya jadi bagus bangettt.
Di dalam buku “Prophetic Parenting” sendiri
dikisahkan bahwa Rasulullah pernah menyanjung sahabatnya yang masih kanak-kanak
dengan kalimat begini:
“Sebaik-baik orang adalah Abdullah (nama
sahabat Rasulullah itu) kalau dia mau mengerjakan shalat malam”
Waah, canggih yaa? Jadi menyanjung dengan
pancingan motivasi berbuat baik gituu.
Si Abdullah sahabat Rasulullah ini pun
jadinya semangat banget sholat malamnya abis dibilangin kaya gitu sama Rasulullah.
Hmm, harus dicoba nih sama Ksatria dan
Senapati. Ternyata banyak ya keseharian pengasuhan dari Rasulullah yang belum
kita tau.
Huhuhu~
Oiya, saya jadi teringat ibu saya selalu
menyanjung kami (saya dan kakak saya) juga untuk memotivasi kami.
Biasanya sih dengan memanggil kami dengan
makna nama kami (eh itu sih kakak saya).
Jadi arti nama kakak saya “Pinandhika”
kan memang bijaksana ya. Jadilah itu jadi sanjungan juga buat dia dari ibu saya
:’)
Aaah
Kalau ke saya sih yang paling saya ingat,
ibu saya pernah membuatkan saya sebuah puisi.
Puisi yang saya banget dan pernah
saya pajang juga kok di blog. Tapi agak males ubek-ubek ke bawahnya jadi
maafkan ga pake link-nya ya. Hihihi.
Ini dia puisinya yang masih saya ingat
betul saking mengenanya di jiwa saya :
“Dea Adhicita, anakku. Dia adalah puisi. Senyumannya
adalah puisi. Tangisannya adalah puisi. Gibengannya adalah puisi. Raungannya adalah
puisi”
:’) :’)
Gibengan dong, sodara-sodara. Hihihi. Ketauan
yeee saya suka nge-gibeng klo lagi marah-marah. Wkwkwk.
Duh, dianggap puisi itu menurut saya sesuatu
sekali lho~~karena saya penyuka kata-kata dan bentuk paling indah dari
kata-kata adalah puisi maka buat saya dianggap sebagai puisi adalah apresiasi
terbaik yang pernah saya terima dari ibu saya.
Huks~ makasih Mamah~~~
MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
Nah, ini juga seru banget nih. Rasulullah tuh
ternyata superb banget dalam menumbuhkan rasa percaya diri kanak-kanak di
sekeliling beliau..
Di buku “Prophetic Parenting” disebutkan
cara untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada anak-anak yaitu : menguatkan
keinginan anak dengan membiasakannya menyimpan rahasia, membiasakannya
berpuasa, membangun kepercayaan sosial, membangun kepercayaan ilmiah, dan membangun
kepercayaan finansial.
Huff
PR di atas adalah tugas saya sebagai orang
tua kepada Ksatria dan Senapati. Sejauh ini yang pernah kami lakukanberpuasa
dan baru sounding tentang berpuasa saat bulan Ramadhan lalu.
Soal menyimpan rahasia belum pernah saya
coba sih tapi ini salah satu yang Rasulullah anjurkan, yaitu mendidik anak
untuk menyimpan rahasia..
Masya Allah kerenn.. Iya ya, itu mendidik
jiwa banget, bisa menyimpan rahasia berarti bisa menahan diri untuk ga
mengumbar rahasia ke sembarang orang.
Lalu bagaimana dengan membangun kepercayaan
ilmiah? Ternyata ini caranya dengan mempelajari Al-Qur’an.
Orang yang belajar Al-Qur’an duluan akan
punya fundamental buat dia kemana-mana belajar ilmu lainnya…
Hmm, kalau dulu saya pas kecil sih belajar
Al-Qur’an di TPA yaitu Taman Pendidikan Al-Qur’an…
Sejak TK hingga kelas 2 SMP saya mengikuti
kegiatan TPA setiap sorenya, dari mulai iqro 1 sampai lancar baca Al-Qur’an
:’) :’) :’)
Kalau Ksatria sekarang udah ga TPA lagi (ahuhuhu) tapi insyaaAllah
tercover lewat TK-nya yang memang udah TK Islam Terpadu…
Bagaimana dengan membangun kepercayaan
finansial? Ternyata caranya dengan membiasakan anak-anak melakukan transaksi
jual beli dan berjalan-jalan di pasar.
Waaah..
Saya sendiri sih masih PR luar biasa banget
secara Ksatria dikelilingi teman-teman yang masih belum baik kejujurannya
sehingga beberapa kali saya dikecewakan oleh pemberian amanah untuk Ksatria
melakukan jual beli…
HUKSSS~~
Saya sendiri dulu punya tetangga yang buka
warung dan saya pun sesekali diberi amanah untuk melakukan transaksi jual beli.
Alhamdulillah memang salah satu cara
membentuk kepercayaan diri adalah melakukan transaksi jual beli
Saya juga masih inget pertama kalinya
berhasil ke pasar tradisional lho… Namanya Pasar Agung letaknya di Depok 2
Timur dan saya berhasil kesana sendirian naik angkot pada kelas 3 SD.
Telat yak, hihihihi.
Tapi beneran abis itu kepercayaan diri saya
memang jadi naik sih.. Bener ya ternyata, berilah anakmu kepercayaan maka dia
akan menjadi percaya diri..
PANGGILAN YANG BAIK
Rasulullah diriwayatkan kalau bicara dengan
kanak-kanak selalu diawali dengan panggilan “Wahai anakku…”
Ini termasuk jenis panggilan yang baik ya..
Terus sahabat Rasulullah juga kalau manggil anaknya orang lain selalu diawali
dengan panggilan “Wahai putra saudaraku..”
Aah nyess banget ya. Maksudnya ya iya tau
itu anaknya temen tapi “wahai putra saudaraku” tuh indah terdengar dan
termaknainya lhoo.
Walaupun bukan saudara kandung tapi kita
semua kan bersaudara karena aqidah islamiyah ya ga?
Jadinya kalimat “Wahai putra saudaraku” tuh
beneran benar, indah dan sebuah panggilan yang baik.
Saya sendiri sih dipanggil sama orang tua
saya juga sama aja dengan panggilan sehari-hari “Dea”.
Saya lagi pengen banget memanggil anak-anak
saya dengan tambahan embel-embel “anakku” tapi kadang-kadang lupa ya, hihihi.
Padahal mah soal pembiasaan aja ini sih yaa
Btw, saya melarang banget ya segala bentuk
keisengan yang unfaedah misalnya memanggil anak dengan sebutan “Tuyul” karena
dia botak..
Atau memanggil anak dengan sebutan “Bagol”
karena kepalanya besar…
Jatohnya jadi sedih sih, misalnya namanya
cakep-cakep “Andi” tapi jadi dipanggilnya “Bagol”. Huhuhuhu.
Konon sih terkecuali orangnya udah ridho
dipanggil gitu ya ga masalah yaaa.
Tapi ini kan kita lagi ngomong soal
memanggil anak kecil yang mana dia kan belum mengerti ya, jadi panggillah
kanak-kanak di sekitar kita dengan panggilan yang baik.
^^
Saya sendiri menyadari kalau suami saya
memanggil Senapati dengan panggilan “Kalki” dari nama tengahnya “Kalakinka” itu
sebagai bentuk panggilan penuh kasih sayang..
Dan karena masih diambil dari namanya yang
mana nama itu sendiri merupakan sebuah doa jadi menurut saya “Kalki” itu
sendiri jadi sebuah panggilan yang baik…
Hmm, jadi yukk mulailah memanggil nama
anak-anak kita dengan panggilan yang baik-baik
MENGABULKAN KEINGINAN DAN MENGARAHKAN BAKAT
ANAK
Ngeri ini sih, hehehe, ternyata Rasulullah
pernah diriwayatkan mengatakan kalimat ini kepada sahabatnya yaitu Utsman bin
Mazh’un :
“Orang yang memberikan sesuatu kepada anak
kecil dari keturunannya sampai dia ridho Allah akan memberikan padanya apapun
di hari kiamat sampai dia ridho”
Whoa!!! Ternyata gitu, gengs. Hihihihi. Saya
sendiri tipe yang agak keras eh keras banget malah akhir-akhir ini sama
Ksatria..
Saya ngeliatnya sih demi bertujuan “mendidik”
saya suka banget ga meloloskan keinginan Ksatria. Ya iya sih itu juga karena
berdasakan evaluasi sih kenapa ga saya loloskan ya tapi gitu tadi
Ternyata Rasulullah sendiri menganjurkan
kita untuk bermudah-mudah memberikan sesuatu..
Saya yakin maksud Rasulullah karena
kanak-kanak ini adalah masanya “menanam”, usia kanak-kanak itu kan 0 -10 tahun,
ga lama sebenarnya masa kita “memberikan” apa-apa mereka minta.
Cuma balik ke poin-poin sebelumnya ya,
seimbangkan dengan pemberian yang meotivasi dan sanjungan yang ke arah ukhrawi
gitu deeeh, hehehehe~~
Ah, kalau soal mengabulkan keinginan gini
saya lagi-lagi jadi teringat ibu saya deh..
Ibu saya termasuk yang mudah sekali
meng-iya-kan keinginan anak-anaknya, ibu saya sih suka mengungkapkan
ketidaksetujuannya tapi kedua anaknya agak keras kepala in a good way sih
cailaaah wkwkwk
Jadinya kadang ibu saya mengungkapkan
ketidaksetujuan-nya melalui doa deh, hihihi. Tau kaaan doa seorang ibu ga
terhijab ke Allah~~
Jadilah biasanya ibu saya menyebutnya “pertarungan
doa di langit” alias ajakan kepada saya dan kakak saya agar memperbanyak amalan
sunnah dan mendoakan keinginan kami agar “tidak kalah” dengan doa ibu saya jika
ibu saya tidak mengizinkannya
Huhuhu~ Ini beneran kejadian parah sih pas
Indonesia Mengajar..
Saya udah jumawa dan gembira bangettt lolos
tahap ke-1 terus gatot alias gagal total pas seleksi tahap-tahap berikutnya.
Pas ditanya eh ibu saya dengan polosnya
bilang, “Oh, iya, Mamah ngedoainnya kamu nikah sih, ga lolos IM”
HAHAHAHAHA~~YHAAA BAIQQLAAAAH QAQAAA
>,<
Ya ini ga menutup akibat ketidakbecusan
saya juga yaaa pada seleksi IM sehingga saya ga lolos… Tapi poin saya di sini
sih, kalau kita punya keinginan, ya diskusikan sama orang tua…
Dan kalau ada perbedaan ya siap-siap “bertarung
doa di langit” melawan doa orang tua kita yang mana doa beliau-beliau pada ga
terhijab lah kita coba kaya apaan tau tebelnya daki dosa-dosa kan???
Lagian kalau diliat coba deh, Ibu saya ga
setuju pada kebaikan karena menginginkan kebaikan lainnya..
Ibu saya ga setuju saya lolos IM karena
menginginkan saya mendapatkan kebaikan lainnya yaitu menikah, jadi bukan
sesuatu yang buruk juga toh.
Nah, jadi doa siapa yang menang? Doa ibu
saya sih, hehehe. Saya ga jadi IM karena gagal di tahap 2 dan lalu menikah.
Eaaaak~~~
Ibu saya memang tipe yang “mudah”
mengabulkan keinginan anak-anaknya…
Saya yakin karena ibu saya udah duluan sih
baca-baca buku sejenis “Prophetic Parenting” ini sih, makanya beliau
tenang-tenang aja.
Misalnya pas kakak saya satu-satunya
mengajukan berkuliah di Semarang, sebuah kota di mana ga ada sanak saudara kami
satupun di sana, ibu saya meridhoinya…
:’)
Kayanya ibu saya harus bikin buku deh,
pengalamannya membesarkan anak-anaknya menurut saya juga magnificient
abis sih
Yak, lanjut yhaa
MELAKUKAN PENGULANGAN PERINTAH
Hmmm, jadi dalam buku “Prophetic Parenting”
disebutkan bahwa terhadap anak-anak itu kita harus SABAR dalam mengulangi
perintah kebaikan.
Ini yang masih lack banget sih di
saya, saya mengakuinya sedalam-dalamnya…
Dalam hadist kan Rasulullah bilang untuk
mulai mengajarkan sholat usia 7 tahun tapi mulai dikasih konsekuensi (pukul
jika tidak sholat) yaitu pada usia 10 tahun..
Ini ternyata maknanya bahwa rentang waktu 3
tahun ya isinya pengulangan perintah sholat setiap harinya dari orang tua
terhadap anaknya..
:’((
Saya mah apa atuh ya, hukss~ Ksatria ga mau
mandi aja saya langsung keluar tanduk deh..
Bener-bener bukan tanpa alesan deh Allah
membuat saya membaca buku “Prophetic Parenting”
Usia Ksatria sekarang 5 tahun 5 bulan, ga
lama lagi dia akan masuk usia 7 tahun dimana perintah sholat mulai harus
digaungkan..
Saya-nya kudu sabar setengah hidup dalam
mengulangi perintah sholat..Karena Rasulullah pun juga begitu..
Mengulangi perintah kebaikan kepada
kanak-kanak itu hal lumrah dan wajar…
Hufft~~~
Jadi demikianlah PR-PR kita yah ibu-ibu
bapak-bapak yang sudah diberkahi keturunan oleh Allah…
Poin-poin di atas adalah sarana yang
diajarkan Rasulullah untuk membangun jiwa anak-anak kita…
Karena jiwa dan fisik itu sama-sama
pentingnya.. Kalau fisik itu makanan sebagai penyangga-nya, nah emang bener sih
jiwa ini ya kasih sayang, cinta, dan paling penting keimanan sebagai
penyangga-nya
Semoga Allah menguatkan kita ya para orang
tua untuk mendidik anak-anak kita, secara fisik dan jiwa agar dua hal tersebut
kuat dan tangguh..
SEMANGATTT!!!
Belum ada tanggapan untuk "Bagaimana Mempengaruhi Jiwa Anak : Sebuah Nostalgia sekaligus Pembelajaran Bagian 2"
Posting Komentar