Efek Pandemi


Pandemi COVID-19 ini sudah berlangsung sejak akhir tahun lalu sebenarnya di Wuhan, Tiongkok. Di Indonesia sendiri baru awal Maret diumumkan adanya pasien 01 dan pasien 02.

Sekarang sudah 2 bulan berjalan dan telah ada sepuluh ribu pasien di seluruh Indonesia. Semua bekerja dari rumah dan bersekolah dari rumah.

Efeknya apa?

Kentara sekali jelas sangat kentara.

Dulu saya pernah membaca bahwa sepasang suami istri itu bagaikan landak di musim dingin, lengkap dengan duri-durinya.

Itulah mengapa landak-landak (suami-istri) harus berdekatan agar saling menghangatkan. Namun tidak terlalu dekt agar tidak saling melukai dengan duri-duri mereka.

Huft, kenapa jadi ke landak coba, wkwkwk.

Tapi ya begitulah efek pandemi. SEMUA ORANG DI RUMAH. Tadinya ada jeda 5 – 8 jam sehari orang tidak bertemu.

Sekarang setiap hari orang harus bertemu di dalam rumah. Saya sih memahami sekali mengapa angka perceraian meningkat tajam di kota Wuhan saat lockdown total diambil oleh pemerintahannya.

Hmmmm.

Sungguh sulit memang. Semua orang mengalami kondisi yang sulit.  Diperkirakan akan ada gelombang depresi dan gelombang resesi setelah pandemi

Huft…

Semua merasakan kesulitan. Semua mengalami luka. Ada yang terluka secara finasial, mental, keduanya, atau bahkan terluka fisik (para pasien positI COVID-19)

Ah,

Efek pandemi….

Semua keluarga sedang berjuang mempertahankan kondisi di tengah adaptasi besar-besaran ini. Di keluarga saya, terjdai pergeseran banyak hal.

Tadinya kami mengalihkan sebagian besar porsi pendidikan anak ke sekolah, kini semua tanggung jawab itu ada pada kami.

Sebuah adaptasi yang sangat-sangat besar Sangat besar sehingga 2 bulan berjalan dan saya masih belum bisa menemukan pola pendidikan di rumah yang tepat.

Huft.

#Curhad

Anak saya yang sulung itu memang se-su-a-tu sekalih. Diajak belajar, dia malah minta main lari-larian. Diajak  murojaah, dia malah minta main bola.

Aihhh, emaknya bermimpi bisa kurus dengan diajak beraktivitas kaya gitu melulu, tapi apa daya, nihil bok. Wkwkwkwk.

Si 3 tahun juga sami mawooon. Seneng bener aktivitas fisik. Deuh, emak capek fisik iya, capek mental juga iya.

Efek pandemi mengharuskan semua di rumah saja. Termasuk dua anak lelaki yang harusnya bisa bermain sepuasnya di luar rumah.

Berlarian ke sana kemari. Menangkap kadal, kucing, dan hewan-hewan. Kini menjadi terkurung di rumah.

Ah, tapi ini masih sesuatu yang harus disyukuri…. Benar-benar disyukuri…

Ramadan hadir di tengah pandemi seperti ini. Seperti yang kita ketahui, Ramadan adalah bulan penuh kemuliaan.

Salah satu kemuliaannya adalah dikabulkannya doa-doa…. Saya berdoa, sungguh-sungguh, semoga Allah mengangkat pandemi ini dari muka bumi.

Memang Ramadan menjadi tidak semeriah biasanya akibat pandemi, saya juga bisa merasakannya. Tidak ada sholat tarawih di masjid, tidak ada berbuka bersama, tidak ada sahur keliling.

Akan tetapi saya merasakan sebuah pemaknaan yang lain….

Allah menginginkan Ramadan ini menjadi sesuatu yang private…. Kita menyendiri bersama keluarga di rumah.. Beribadah bersama-sama, melakukan kegiatan dari rumah bersama-sama.

Efek pandemi.

Ramadan juga terkena efeknya. Tapi buat saya pribadi, efek pandemi ini sangat cocok bagi saya yang seorang introvert ini (hayoo pada nyangka ga saya introvert wkwk)

Saya suka Ramadan seperti ini. Sunyi, sepi, namun hangat di hati.

Stay safe, everyone!

Semoga kita terus meniti kemuliaan di dalam kehidupan selama pandemi ini, bertahan darinya dan meninggal dengan status syahid di mata Allah serta tidak menyusahkan manusia lainnya.

Allahumma Amiin

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Efek Pandemi"

Comment