Jadi
ceritanya saya lagi membaca buku yang best-seller international gitu, judulnya “Mendaki
Tangga yang Salah”. Buku itu bercerita banyak tentang kesuksesan yang sering
kita salah pahami dalam berbagai bidang.
Bukunya
sendiri terbitan Gramedia, jadi silahkan yang langganan Gramedia Online untuk
mencarinya ya.
Saya
sendiri membaca buku tersebut dengan planga-plongo 2x. Sekali untuk kekaguman.
Sekali lagi untuk tonjokan dimana-mana, ya di ego ya di hati #beuhhh #sadessss
Salah satu
yang dibeberkan di dalam buku tersebut adalah:
“Pernikahan
yang dijodohkan memiliki nilai kepuasan antar pasangan lebih tinggi di
tahun-tahun panjang di mana sebaliknya pernikahan yang dilandasi
cinta memiliki nilai kepuasan yang rendah”
HUWOW!
Jadi
ternyata, pernikahan yang dijodohkan itu, kenapa bisa begitu, karena di awal
mereka benar-benar tidak mengenal sehingga harus membangun “R-E-L-A-S-I”
Mereka
harus berupaya sangat keras untuk saling mengenal, saling memahami, yang
berujung pada saling mengerti #cieee
Eh, tapi
ini serius menohok ya. Seringkali kita mengatakan “idiiiiiih, emangnya jaman
Siti Nurbaya apa, pake acara dijodohin segala!”
Ternyata
penelitian membuktikan sebaliknya, guys. Pernikahan yang dijodohkan secara
garis besar punya peluang untuk bertahan lebih lamaaa daripada pernikahan yang
dlandasi dengan cinta (beneran begitu ditulisnya dilandasi cinta, jleb bgt
yaaa)
Ini menjadi
penjelasan mengapa pernikahan kakek-nenek kita yang mostly karena perjodohan itu lebih awet-awet daripada pernikahan
jaman sekarang yang mostly karena
cinta.
Ini
sebetulnya bisa dielaborasi lebih dalam lagi sih. Jadi kata kuncinya adalah
kerja membangun relasi-nya itu.
Pernikahan
yang dilandasi dengan cinta biasanya merasa sudah mengenal pasangan sehingga
tidak memberikan kerja-kerja nyata untuk membangun relasi antar pasangan.
Rumit ya?
Nggak juga sebetulnya.
Tugas kita
jadinya jelas sebetulnya, untuk yang sudah menikah (terutama yg tidak
dijodohkan) adalah menyadari pentingnya kerja membangun relasi.
Iya,
membangun relasi, kayak ke kolega kantor itu lho. Menyengaja bertemu,
memberikan hadiah, berbusana rapih saat bertemu, sering memaafkan, yah persis
seperti sikap kita ke kolega-kolega kantor.
Ga mungkin
kan kita ngomong terlalu blak-blakan ke kolega?
Ga mungkin
kan kita menolak mentah-mentah permintaan kolega?
Nah, pada
pernikahan dijodohkan, semua itu disadari betul oleh pasangan yang dijodohkan
ini. Mereka tidak saling mengenal. Ada yang sama sekali asing. Sehingga langkah
demi langkah penyesuaian membuat mereka menjalin relasi di antara mereka.
Jadi, kata
kuncinya adalah:
TERNYATA
CINTA AJA GA CUKUP, CYIIIN!
Ini valid
karena hasil penelitian ya. Oh, dan ternyata pernikahan dijodohkan itu justru
punya nilai kepuasan lebih tinggi di tahun-tahun panjang.
Wow.
Wow. Wow.
Wooooow.
Sungguh ga
meng-underestimate yang menikah tidak
dijodohkan. Lha wong saya juga ngga toh, wkwkwk.
Saya dan
suami tidak dijodohkan. Kami menikah sukarela (sadly atau luckily wallahu’alam bishowab nih)
Jadi kata
kuncinya sebetulnya ini reminder sih
untuk semua yang sudah menikah. Mengingat dan menerawang angka perceraian yang
tinggi dibandingkan tahun atau generasi yang lalu, sebetulnya ini jadi alarm buat kita bersama ya ga sih?
Jangan
cepat menyerah dalam pernikahan. Jangan bersandar melulu pada cinta.
Bangunlah
relasi, yang kuat, teguh, hingga bisa bertahan segala ujian.
CIYEEH
DEYAAA MACEM BETUL AJA LAU, WKWKWKWK
Ini juga
menasihati diri sendiri ceritanya, Sisturrrrr.
>,<
Semoga
pernikahan-pernikahan kita langgeng hingga ke syurga ya. Semoga juga
pernikahan-pernikahan kita menghasilkan manfaat yang besar buat negara ini dan
ummat ini.
Amiiiiiiin.
Belum ada tanggapan untuk "Nikah Perjodohan"
Posting Komentar