Nomor 18 Abah Tisna Almarhum
Disclaimer:
Rangkaian tulisan ini adalah usaha saya dalam rangka menebus janji membuat 100 tulisan surat cinta...
Saya ingat betul tanggal 4 Juli ketika Ramadhan baru
hari-hari pertamanya, saya sedang melingkar di pengajian rutin saya saat Teh
Dhika mengabari kabar buruk :
“De, yang sabar, kuat yah, ada yang meninggal”
Saat itu jantung saya melorot, jatuh ke kaki saya. Saya
mengira nenek saya yang meninggal disebabkan diabetesnya yang sudah 20 tahun
menjangkitinya. Tetapi kalimat selanjutnya membuat hati saya pecah
berkeping-keping
“Abah, De. Abah meninggal”
Saya secepat kilat meminta ijin kepada guru ngaji saya lalu
menuju rumah. Hati saya sudah tidak pada tempatnya lagi. Saya ingin melaju
sesegera mungkin ke Tasikmalaya, tempat Abah saya sedang berada pada waktu itu.
Pada akhirnya hanya Jati yang pergi karena Senapati pada
waktu itu masih berusia 3 bulan sehingga Jati melarang saya pergi takziah.
....
Jati pun tiba kembali di rumah pada tengah malamnya dan saya
benar-benar tidak tertidur menanti Jati kembali pulang dan membawa cerita
tentang wafatnya Abah.
Abah Tisna adalah ayahanda dari ibu saya. Beliau adalah
sosok lelaki kepala keluarga yang sangat luar biasa. Saat ibu saya “dicampakkan”
dan menjadi single-mother, Abah berdiri menjadi pelindung saya dan kakak saya.
Saat saya masih kecil, setiap pembagian raport, Abah selalu
mengiming-imingi uang untuk nilai raport kami jika di atas 9. Kami pun menjadi
bersemangat untuk berprestasi. Sangat behavioris sih, hehe, tapi sungguh
bermanfaat untuk mendongkrak prestasi anak-anak fatherless macam kami ini.
Abah Tisna selalu menyemangati anak-cucunya untuk menjadi
orang-orang pandai. Tidak heran karena Abah adalah seorang guru dan kepala
sekolah yang paham betul bahwa pendidikan punya dampak positif besar bagi
kehidupan seseorang.
Abah Tisna menghubungi ibu saya nyaris setiap hari. Ba’da
Subuh Abah akan menelpon ibu saya. Walaupun di tahun-tahun terakhir
kehidupannya Abah sudah kehilangan pendengaran tetapi beliau tetap rajin
menelpon dan bermonolog kepada ibu saya
:’((
Abah juga datang saat saya wisuda S1 dan saya ingat betul
betapa Abah sebenarnya sudah tidak kuat melakukan perjalanan jauh tapi demi
melihat saya di Balairung UI, Abah pun berangkat menempuh 300 kilometer dari
desa kecil di pelosok Kuningan Jawa Barat menuju Kota Depok.
Abah Tisna, terima kasih untuk begitu banyak tauladan dan
nasihat yang sangat bagus yang pernah engkau berikan.
Darimu kami belajar untuk istiqomah mengejar mimpi akademik
kami. Darimu kami belajar untuk supel dan ramah terhadap banyak orang. Darimu
kami belajar untuk rutin membaca Al-Qur’an setiap pagi hari.
Darimu kami belajar tidak mendendam…..
Walaupun begitu melindungi saya dan kakak saya, tetapi Abah
tidak pernah sekalipun menjelek-jelekkan ayah saya di hadapan saya.
Bahkan saat suatu hari ayah saya memberanikan diri datang
berlebaran ke rumah Abah, Abah terbuka dan sangat hangat menyambut ayah saya.
Walaupun begitu selalu tampak sikap protektif dari Abah terhadap ibu saya
disebabkan rasa kasihnya yang sangat dalam.
Oh, Abah
Hatiku sungguh-sungguh pecah menjadi serpihan saat engkau
menghadap-Nya. Tetapi aku pun segera tersadar bahwa engkau insyaAllah sedang
berada di taman syurga.
Sebagaimana pernah disabdakan oleh Rasulullah bahwa alam
kubur itu either taman syurga atau taman neraka. Bagi orang beriman, alam kubur
adalah taman syurgawi. Amal kebajikannya semasa di dunia menjadi penerang dan
penyaman dirinya hingga sangkakala ditiup kelak.
Abah Tisna,
Pada peringatan 40 hari sejak wafatmu keluarga berkumpul dan
mengadakan pengajian. Kami membagikan Al-Qur’an alih-alih buku Yasin, kami
ingin agar tidak hanya surat Yasin yang dibaca oleh orang-orang tetapi juga
seluruh Al-Qur’an.
Sebagaimana dirimu yang bela-belain memakai kacamata dan
memilih Al-Qur’an terbesar semata-mata agar masih tetap bisa membaca Al-Qur’an
meski mata sudah merabun.
Hiks. Hiks
Ini kesedihan saya yang pertama. Allah ingin saya menarik
pelajaran dari kematian ini. Kelak di tahun-tahun ke depan wallahu’alam siapa
lagi keluarga saya yang akan wafat.
Saya mendoakan Abah agar diampuni dosanya, diterima amal
shalehnya dan dikaruniakan taman syurgawi di alam kuburnya.
Maafin Dea ya Bah ga mellihat proses penguburanmu :’( I love
you, Abahku
1 Tanggapan untuk "Nomor 18 Abah Tisna Almarhum"
Innalillahiwainnaillaihirajiun.. semoga kakek dey masuk surga aamiin
Posting Komentar