Apakah kita
termasuk orang yang mengendalikan cinta? Apakah kita termasuk orang yang
dikendalikan cinta? Benarkah cinta itu buta? Benarkah “love conquers all”? Begitu
banyak kalimat yang meyakinkan bahwa cinta itu sesuatu yang mahadahsyat sehingga
tidak mungkin untuk kita kontrol. Begitu banyak ungkapan yang menggambarkan
bahwa cinta adalah sesuatu yang terberi hingga tak mudah kita mengubahnya.
Namun buku ini
sangat berbeda sekali dalam memandang cinta. Dalam buku setebal 324 halaman
ini, Salim A.Fillah memberikan penjelasan gamblang mengenai jalan cinta berbeda
yang dapat ditempuh oleh para pejuang. Dan itulah mengapa buku ini diberi tajuk
“Jalan Cinta Para Pejuang”.
Pada kesempatan
kali ini saya akan membahas bagian dari bab pertama buku ini yang berjudul “Gilalova”
atau orang yang tergila-gila akan cinta. Memang sangat lumrah kita kenal bahwa
cinta sering membuat orang menjadi gila atau hilang kesadaran. Kisah tentang
Romeo & Juliet atau Laila & Qais sering dijadikan contoh betapa menderita
orang yang terkena cinta.
Namun penulis
buku ini memberikan perspektif yang berbeda nan menyegarkan. Mengutip teori
psikologi mengenai cinta, terdapat banyak sekali penjelasan mengenai beragam
jenis cinta. Tetapi kemiripannya tetap ada bahwa cinta mensyaratkan kedekatan
baik fisik maupun hati dan pikiran.
Syarat inilah
yang kerap kali menjadi penyebab seseorang terkena “Gilalova” alias gila karena
cinta. Padahal cinta bisa menjadi kata benda yang harus dimiliki tetapi juga
bisa menjadi kata kerja yang tidak menuntut benda tetapi aktivitas untuk yang
kita cintai.
Orang-orang
yang menjadikan cinta sebagai kata kerja akan menihilkan syarat kepemilikan
atas cinta tetapi menomorsatukan aktivitas yang bisa dia lakukan untuk yang dia
cintai. Lebih lanjut lagi di dalam buku ini penulis menceritakan mengenai
penelitian psikologi yang sangat menarik.
Penelitian itu
menyimpulkan bahwa emosi yang dirasakan manusia dapat dibuat. Hal ini merupakan
sebuah terobosan yang menciptakan sebuah pemikiran baru atas cinta. Sebelumnya
cinta selalu dianggap sebuah emosi yang tidak bisa dibuat. Cinta diberikan
label sebagai sebuah emosi yang terberi, berasal dari luar diri manusia dan
tidak bisa diciptakan.
Kesimpulan dari
penelitian di atas memberikan perspektif baru ialah cinta, bersama ribuan
emosi lainnya, bisa dibuat dengan aktivitas menampilkan mimik atau ekspresi
wajah. Jika kita tersenyum maka kita akan merasakan kebahagiaan. Jika kita
merengut maka kita akan merasakan kesedihan.
Hal inilah yang
dikobarkan oleh penulis buku ini sebagai jalan cinta yang lebih baik daripada “Gilalova”.
Kesadaran penuh atas cinta sebagai aktivitas yang bisa dirancang dan
direncanakan adalah sebuah bentuk tanggung jawab moriil atas cinta itu sendiri.
Pendekatan
seperti ini juga sebuah kedewasaan dari manusia dalam menerima kenyataan hidup.
Bahwa cinta itu terberi oleh orang di luar kita, kadang-kadang itu benar.
Tetapi sepenuhnya kita memiliki pilihan untuk menciptakan perasaan cinta kita
dengan aktivitas mencintai yang kita lakukan.
Seringkali pada
dunia akhir-akhir ini kita jumpai sebuah tindakan asusila yang mengatasnamakan
cinta. Orang-orang itu menisbatkan diri menjadi “korban cinta”. Hal inilah yang
ingin diluruskan dalam buku “Jalan Cinta Para Pejuang”.
Sesungguhnya
kita bisa memilih tanggapan atas respon apapun yang datang kepada kita termasuk
perasaan cinta. Kita dapat memilih peran menjadi korban cinta ataukah pelaku
cinta. Kita semestinya memilih yang kedua. Mengapa? Karena di sana terletak
tanggung jawab dan kedewasaan kita. Karena disitulah letak pengendalian kita
terhadap diri sendiri.
Karena cinta
sesungguhnya bisa dikondisikan agar sesuai norma agama, moriil, dan susila
dalam satu waktu.
Bagaimana
menurut anda?
Belum ada tanggapan untuk "Review : Jalan Cinta Para Pejuang Bagian “Gilalova”"
Posting Komentar