Senarai part 5



Adam menatap Lia yang berada di depannya. Kok jadi ketemu di sini sih, Adam jadi menahan senyumannya. Adam tak tahan untuk iseng kepada Lia. Dia berdehem.

“Ehem. Kenapa, Li, kok mencari saya sampai ke ruang senat sini? Ada masalah sama persiapan janji suci kita?” Adam bertanya usil.

“Bukan.” Lia merutuk sebal. Mana mau dia bela-belain ke sarang senior, ih nyebelin.

“Terus, kamu kenapa ke sini? Apa mungkin…..Oh! Aku tau! Kamu rindu ya mau ketemu aku?” Adam tersenyum usil.

“Bukan juga.” Lia mulai bete. Siapa sih yang bisa-bisanya bikin tugas tambahan ospek ini. Semua agenda Lia jadi berantakan karena tugas ini. Huff. Yaudah-lah, yang penting cepet kelar. Lia menguatkan dirinya.

“Saya ke sini mau wawancara sama Kak Adam. Tadi di Line angkatan maba ada tugas tambahan yaitu wawancara satu-satu sama kakak senat angkatan terakhir yang masih aktif di kampus. Dan saya dapetnya Kak Adam.” Lia malas menatap Adam yang hampir tertawa.

“Ooooh..gitu. Oke oke, yuk wawancara. Mau mulai darimana nih, Nurlia Paramita?” Adam berubah serius. Lia semakin bete jadinya. Ih, sebentar-sebentar bossy. Sebentar-sebentar usil. Sebentar-sebentar serius. Apa sih maunya si Adam ini?

Dua sosok itu duduk di dalam ruangan senat untuk melakukan wawancara. Sesosok perempuan menatap mereka dari jauh. Sebuah tanya menggantung di dalam benaknya, mengapa Adam tampak bahagia sekali bertemu maba satu itu sih? Tanya Pita pada dirinya sendiri.

***

Lia duduk menunggu ojek online pesanannya di halte kampus. Dia melihat arloji di pergelangan tangan kanannya. Masih ada waktu setengah jam lagi. Lia sudah janjian bertemu Raya, sahabat kentalnya, di toko buku dekat kampusnya.

Lia mengambil sebuah buku dari dalam tasnya. Sambil menunggu, mending baca buku ah. Lia menelusuri bab selanjutnya pada buku ‘Kriteria Istri Ideal’ yang tengah dia baca dari semalam itu.

“Seorang perempuan yang telah menikah harus siap menyerahkan jiwa raganya kepada suaminya. Tiada pintu surga yang tertutup bagi seorang istri yang taat dan mengabdi kepada suaminya dengan sepenuh hatinya.”

Lia menutup buku itu. Jiwa? Raga? Lia tiba-tiba memikirkan sebuah adegan dewasa. Aaak! Lia menutup muka dengan buku. Kenapa sih Nurlia sempet aja kepikiran kesitu ih. Lia merutuki dirinya sendiri.

Lagian kenapa sih Lia harus kedapetan wawancaranya sama Adam. Jodoh itu sih namanya, Liaaa. Suara hati Lia iseng bersuara. Lia jadi terkekeh sendiri di halte kampus. Dih, Lia. Jangan bilang kalau kamu mulai suka padanya. Inget, Li, pesan Adam adalah supaya kamu tidak jatuh hati kepadanya sebelum hari pernikahan tiba.

Ah, auk ah! Kepala Lia mumet. Dia mengeluarkan buku sketsa dan G-pen miliknya. Lia suka sekali menggambar di manapun dan kapan pun. Itu membantunya melepaskan stress di kepalanya. Tangan Lia mulai bergerak mengukir, menarik garis, mengarsir, membentuk sudut, mencipta sebuah sketsa.

Lia menatap hasil sketsa bikinannya, halah, ini sih wajah si Adam. Duuuuuh, ampun amat kamu Lia. Lia geleng-geleng kepala. Bagaimanapun dia ingin memenuhi permintaan Adam. Dia tidak boleh jatuh hati kepada Adam.

Tapi Adam memang tampan. Lia harus mengakuinya. Wajah putih dan alis tebal itu.. Dalam wawancara mereka sejam tadi Lia pun mencuri-curi pandang kepada Adam. Huftt. Istighfar, Nurlia. Lia buru-buru merapihkan semuanya saat abang ojek online pesanannya akhirnya tiba.

***
Adam masih mengerjakan skripsi di laptopnya saat Pita masuk ke ruangan Senat.

“Dam, tengkyu yah tadi mau dateng pas rapat KOMPEK”, ujar Pita kepada Adam.

“Sip. No problemo. Gue lagi free kok, Pit. Tenang aja. Eh jangan lupa Mahalum dikontak, Pit, ingetin buat kasih sambutan pas hari H”, jawab Adam sambil terus memandangi laptopnya.

“Oke, Dam. Ntar gue kontak. Oiya, Dam, maba yang tadi itu sodara lo ya?”, tanya Pita.

Adam menengok kepada Pita, “Oh yang tadi? Bukan, bukan sodara kok.”

“Oh… Bukan sodara lo ya?” tanya Pita lagi. “Oke deh, sip, sip, sip. Gue duluan ya, Dam. “ Pita menuju ke luar ruangan Senat. Di pintu, Pita berhenti sejenak. Maba itu bukan saudaranya Adam? Tapi kenapa raut wajah Adam tadi sangat bahagia saat mengobrol dengannya? Pita sedikit meragukan kejujuran Adam.

***

Adam menatap rumah kontrakan itu dengan puas. Sepertinya ini cocok buat tempat sementara dia dan Lia mengontrak nanti. Kamar tidurnya cuma ada satu, tapi harganya memang tergolong masih murah. Sebetulnya Adam tidak masalah tentang harganya. Dia hanya ingin hidup terpisah setelah menikah.

Adam ingin membangun kehidupan keluarganya dari nol. Ah, Adam menatap sekitarnya. Sepertinya lingkungan ini bagus. Sebuah komplek rumah kontrakan yang baru dibangun berdiri tidak jauh dari kampusnya. Adam memang sengaja mencari kontrakan dekat dengan kampus agar tidak menyusahkan Lia.

Adam siap berjalan pulang. Tiba-tiba suara ribut-ribut terdengar dari rumah sebelah.

“Kamu perempuan sialan! Sini, kamu! BUGGGHHH! BUGGGHHH!!”

“Ampun, Mas. Ampuuuun!! Tidaaaaaak!!! Jangan mas, jangaaaaaan!”

Adam terpaku sejenak. Kepalanya berpikir cepat. Dia harus menghentikan ini.

“BRUUUUAAK!” Adam mendobrak pintu rumah itu dengan keras. Di hadapannya tampak seorang perempuan tersungkur penuh darah dan lebam pada wajahnya. Si laki-laki berkacak pinggang menatap Adam dalam amarah murka.

“Apa-apaan kamu? Siapa kamu, HAH?!! Oooh, kamu pasti simpanannya kan? Iya kan??!!”

“Ayo, Bu, Ibu harus lekas keluar dari sini. Saya bantu mari Bu” Adam tidak menghiraukan si lelaki. Dia membantu perempuan itu berdiri dan tertatih keluar dari rumahnya.

“Sebaiknya Ibu cari bantuan. Mari saya antarkan ke ketua RT. Ibu tahu dimana rumahnya?” tanya Adam kepada perempuan itu.

Perempuan itu masih shock. Dia terdiam membisu. Bilur pada wajahnya mengingatkan Adam pada seseorang yang pernah mengalami hal serupa di masa lalu.

“Ibu, tunggu di sini ya. Saya tanyakan dulu di mana rumah Pak RT nya.” Adam segera berlalu untuk menemukan orang yang bisa dia tanya. Adam mengantarkan perempuan itu ke rumah Pak RT. Setelah menjelaskan duduk perkara yang Adam ketahui, Adam segera pamit untuk pulang

***

Di dalam mobilnya, Adam menghela nafas berat. Perempuan tadi mengingatkannya pada mamanya. Ya, dulu sekali, Mama juga sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Papa. Hati Adam jeri setiap kali mengingat sosok laki-laki itu.

Papa. Di mana kamu sekarang, Pa?

Adam mengusir bayangan laki-laki itu dari benaknya. Apa yang bisa dimaafkan dari semua perlakuan Papa? Masa kecil Adam penuh dengan memori seperti perempuan yang tadi dia selamatkan.

Bayangan mamanya yang menunduk melindungi Adam dan kedua abangnya berkelebat. Adam menelan ludah. Dia harus menjadi seorang suami dan ayah yang terbaik kelak. Itu adalah janjinya pada dirinya sendiri.

Papanya yang keparat itu telah banyak melukai mama sejak dulu. Dan sejak saat itu Adam tidak pernah bisa menahan dirinya jika melihat orang yang dilukai. Adam pasti langsung melompat melindunginya tidak peduli apapun yang merintangi, Adam harus menyelamatkannya.

“Ma…Mama? Ma…Mama?” Adam kecil lirih memanggil mamanya yang terus memeluk mereka. Adam tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

“Ma…Mama? Ma…Mama?” Adam kecil terus memegangi kedua abangnya. Tadi mereka sedang makan malam tetapi Papa tiba-tiba saja marah mengamuk. Adam kecil tidak pernah memahami apa yang sebenarnya menjadikan Papanya gampang marah membabi-buta. Sementara Papa masih kalap menyabetkan ikat pinggang ke badan istrinya.

“Ma…Mama?” Tangis Adam kecil pecah saat Mamanya tiba-tiba menggelesot tidak sadarkan diri.

Adam terperangah. Nafasnya serasa tercekik. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia terlempar ke pusaran kenangan masa lalu. Itu adalah sesuatu yang paling tidak dia inginkan. Adam harus logis. Adam kembali menarik nafas dan tersenyum. Adam mencoba fokus kepada jalanan di depan pandangannya.

Sejak peristiwa penganiayaan saat itu, Adam ingin betul Mamanya selalu bahagia. Bahagia yang tidak ada rasa kesedihan sesudahnya. Bahagia yang sejati dan seutuhnya. Kalaupun untuk itu Adam harus menikahi sosok perempuan asing, Adam akan belajar menerimanya. Adam akan belajar mencintainya. Sepenuh hati. Sepenuh jiwanya.

Demi Mama. Hanya demi Mama..

-bersambung-  

*maba = mahasiswa baru
*mahalum = mahasiswa & alumni, sebutan mahasiswa untuk manajer fakultas yang menangani urusan kemahasiswaan dan alumni. 



Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "Senarai part 5"

Nissa mengatakan...

Sediiihh baca kisah adam nya huhuhu

Comment