Adam menatap Lia yang berada di
depannya. Kok jadi ketemu di sini sih, Adam jadi menahan senyumannya. Adam tak
tahan untuk iseng kepada Lia. Dia berdehem.
“Ehem. Kenapa, Li, kok mencari
saya sampai ke ruang senat sini? Ada masalah sama persiapan janji suci kita?”
Adam bertanya usil.
“Bukan.” Lia merutuk sebal. Mana
mau dia bela-belain ke sarang senior, ih nyebelin.
“Terus, kamu kenapa ke sini? Apa
mungkin…..Oh! Aku tau! Kamu rindu ya mau ketemu aku?” Adam tersenyum usil.
“Bukan juga.” Lia mulai bete.
Siapa sih yang bisa-bisanya bikin tugas tambahan ospek ini. Semua agenda Lia
jadi berantakan karena tugas ini. Huff. Yaudah-lah, yang penting cepet kelar.
Lia menguatkan dirinya.
“Saya ke sini mau wawancara sama
Kak Adam. Tadi di Line angkatan maba ada tugas tambahan yaitu wawancara
satu-satu sama kakak senat angkatan terakhir yang masih aktif di kampus. Dan saya
dapetnya Kak Adam.” Lia malas menatap Adam yang hampir tertawa.
“Ooooh..gitu. Oke oke, yuk
wawancara. Mau mulai darimana nih, Nurlia Paramita?” Adam berubah serius. Lia semakin
bete jadinya. Ih, sebentar-sebentar bossy. Sebentar-sebentar usil.
Sebentar-sebentar serius. Apa sih maunya si Adam ini?
Dua sosok itu duduk di dalam
ruangan senat untuk melakukan wawancara. Sesosok perempuan menatap mereka dari
jauh. Sebuah tanya menggantung di dalam benaknya, mengapa Adam tampak bahagia
sekali bertemu maba satu itu sih? Tanya Pita pada dirinya sendiri.
***
Lia duduk menunggu ojek online
pesanannya di halte kampus. Dia melihat arloji di pergelangan tangan kanannya.
Masih ada waktu setengah jam lagi. Lia sudah janjian bertemu Raya, sahabat
kentalnya, di toko buku dekat kampusnya.
Lia mengambil sebuah buku dari
dalam tasnya. Sambil menunggu, mending baca buku ah. Lia menelusuri bab
selanjutnya pada buku ‘Kriteria Istri Ideal’ yang tengah dia baca dari semalam
itu.
“Seorang perempuan yang telah
menikah harus siap menyerahkan jiwa raganya kepada suaminya. Tiada pintu surga
yang tertutup bagi seorang istri yang taat dan mengabdi kepada suaminya dengan
sepenuh hatinya.”
Lia menutup buku itu. Jiwa? Raga?
Lia tiba-tiba memikirkan sebuah adegan dewasa. Aaak! Lia menutup muka dengan
buku. Kenapa sih Nurlia sempet aja kepikiran kesitu ih. Lia merutuki dirinya
sendiri.
Lagian kenapa sih Lia harus
kedapetan wawancaranya sama Adam. Jodoh itu sih namanya, Liaaa. Suara hati Lia
iseng bersuara. Lia jadi terkekeh sendiri di halte kampus. Dih, Lia. Jangan
bilang kalau kamu mulai suka padanya. Inget, Li, pesan Adam adalah supaya kamu tidak jatuh hati kepadanya sebelum hari pernikahan tiba.
Ah, auk ah! Kepala Lia mumet. Dia
mengeluarkan buku sketsa dan G-pen miliknya. Lia suka sekali menggambar di
manapun dan kapan pun. Itu membantunya melepaskan stress di kepalanya. Tangan Lia
mulai bergerak mengukir, menarik garis, mengarsir, membentuk sudut, mencipta
sebuah sketsa.
Lia menatap hasil sketsa
bikinannya, halah, ini sih wajah si Adam. Duuuuuh, ampun amat kamu Lia. Lia geleng-geleng
kepala. Bagaimanapun dia ingin memenuhi permintaan Adam. Dia tidak boleh jatuh
hati kepada Adam.
Tapi Adam memang tampan. Lia
harus mengakuinya. Wajah putih dan alis tebal itu.. Dalam wawancara mereka
sejam tadi Lia pun mencuri-curi pandang kepada Adam. Huftt. Istighfar, Nurlia. Lia
buru-buru merapihkan semuanya saat abang ojek online pesanannya akhirnya tiba.
***
Adam masih mengerjakan skripsi di laptopnya
saat Pita masuk ke ruangan Senat.
“Dam, tengkyu yah tadi mau dateng
pas rapat KOMPEK”, ujar Pita kepada Adam.
“Sip. No problemo. Gue lagi free
kok, Pit. Tenang aja. Eh jangan lupa Mahalum dikontak, Pit, ingetin buat kasih
sambutan pas hari H”, jawab Adam sambil terus memandangi laptopnya.
“Oke, Dam. Ntar gue kontak. Oiya,
Dam, maba yang tadi itu sodara lo ya?”, tanya Pita.
Adam menengok kepada Pita, “Oh
yang tadi? Bukan, bukan sodara kok.”
“Oh… Bukan sodara lo ya?” tanya
Pita lagi. “Oke deh, sip, sip, sip. Gue duluan ya, Dam. “ Pita menuju ke luar
ruangan Senat. Di pintu, Pita berhenti sejenak. Maba itu bukan saudaranya Adam?
Tapi kenapa raut wajah Adam tadi sangat bahagia saat mengobrol dengannya? Pita sedikit
meragukan kejujuran Adam.
***
Adam menatap rumah kontrakan itu
dengan puas. Sepertinya ini cocok buat tempat sementara dia dan Lia mengontrak
nanti. Kamar tidurnya cuma ada satu, tapi harganya memang tergolong masih murah.
Sebetulnya Adam tidak masalah tentang harganya. Dia hanya ingin hidup terpisah
setelah menikah.
Adam ingin membangun kehidupan
keluarganya dari nol. Ah, Adam menatap sekitarnya. Sepertinya lingkungan ini
bagus. Sebuah komplek rumah kontrakan yang baru dibangun berdiri tidak jauh
dari kampusnya. Adam memang sengaja mencari kontrakan dekat dengan kampus agar
tidak menyusahkan Lia.
Adam siap berjalan pulang.
Tiba-tiba suara ribut-ribut terdengar dari rumah sebelah.
“Kamu perempuan sialan! Sini,
kamu! BUGGGHHH! BUGGGHHH!!”
“Ampun, Mas. Ampuuuun!!
Tidaaaaaak!!! Jangan mas, jangaaaaaan!”
Adam terpaku sejenak. Kepalanya
berpikir cepat. Dia harus menghentikan ini.
“BRUUUUAAK!” Adam mendobrak pintu
rumah itu dengan keras. Di hadapannya tampak seorang perempuan tersungkur penuh
darah dan lebam pada wajahnya. Si laki-laki berkacak pinggang menatap Adam
dalam amarah murka.
“Apa-apaan kamu? Siapa kamu, HAH?!! Oooh,
kamu pasti simpanannya kan? Iya kan??!!”
“Ayo, Bu, Ibu harus lekas keluar
dari sini. Saya bantu mari Bu” Adam tidak menghiraukan si lelaki. Dia membantu
perempuan itu berdiri dan tertatih keluar dari rumahnya.
“Sebaiknya Ibu cari bantuan. Mari
saya antarkan ke ketua RT. Ibu tahu dimana rumahnya?” tanya Adam kepada
perempuan itu.
Perempuan itu masih shock. Dia
terdiam membisu. Bilur pada wajahnya mengingatkan Adam pada seseorang yang
pernah mengalami hal serupa di masa lalu.
“Ibu, tunggu di sini ya. Saya
tanyakan dulu di mana rumah Pak RT nya.” Adam segera berlalu untuk menemukan
orang yang bisa dia tanya. Adam mengantarkan perempuan itu ke rumah Pak RT.
Setelah menjelaskan duduk perkara yang Adam ketahui, Adam segera pamit untuk
pulang
***
Di dalam mobilnya, Adam menghela
nafas berat. Perempuan tadi mengingatkannya pada mamanya. Ya, dulu sekali, Mama
juga sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Papa. Hati Adam jeri setiap
kali mengingat sosok laki-laki itu.
Papa. Di mana kamu sekarang, Pa?
Adam mengusir bayangan laki-laki
itu dari benaknya. Apa yang bisa dimaafkan dari semua perlakuan Papa? Masa
kecil Adam penuh dengan memori seperti perempuan yang tadi dia selamatkan.
Bayangan mamanya yang menunduk
melindungi Adam dan kedua abangnya berkelebat. Adam menelan ludah. Dia harus
menjadi seorang suami dan ayah yang terbaik kelak. Itu adalah janjinya pada dirinya
sendiri.
Papanya yang keparat itu telah
banyak melukai mama sejak dulu. Dan sejak saat itu Adam tidak pernah bisa
menahan dirinya jika melihat orang yang dilukai. Adam pasti langsung melompat
melindunginya tidak peduli apapun yang merintangi, Adam harus menyelamatkannya.
“Ma…Mama? Ma…Mama?” Adam kecil
lirih memanggil mamanya yang terus memeluk mereka. Adam tidak mengerti apa yang
sebenarnya terjadi.
“Ma…Mama? Ma…Mama?” Adam kecil
terus memegangi kedua abangnya. Tadi mereka sedang makan malam tetapi Papa
tiba-tiba saja marah mengamuk. Adam kecil tidak pernah memahami apa yang
sebenarnya menjadikan Papanya gampang marah membabi-buta. Sementara Papa masih
kalap menyabetkan ikat pinggang ke badan istrinya.
“Ma…Mama?” Tangis Adam kecil
pecah saat Mamanya tiba-tiba menggelesot tidak sadarkan diri.
Adam terperangah. Nafasnya serasa
tercekik. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia terlempar ke pusaran kenangan
masa lalu. Itu adalah sesuatu yang paling tidak dia inginkan. Adam harus logis.
Adam kembali menarik nafas dan tersenyum. Adam mencoba fokus kepada jalanan di
depan pandangannya.
Sejak peristiwa penganiayaan saat
itu, Adam ingin betul Mamanya selalu bahagia. Bahagia yang tidak ada rasa
kesedihan sesudahnya. Bahagia yang sejati dan seutuhnya. Kalaupun untuk itu
Adam harus menikahi sosok perempuan asing, Adam akan belajar menerimanya. Adam
akan belajar mencintainya. Sepenuh hati. Sepenuh jiwanya.
Demi Mama. Hanya demi Mama..
-bersambung-
*maba = mahasiswa baru
*maba = mahasiswa baru
*mahalum = mahasiswa & alumni, sebutan mahasiswa untuk manajer fakultas yang menangani urusan kemahasiswaan dan alumni.
1 Tanggapan untuk "Senarai part 5"
Sediiihh baca kisah adam nya huhuhu
Posting Komentar