Danau
kampus selalu menawarkan suasana magis lagi menyejukkan bagi siapa saja yang
memandangnya. Tetapi siang ini sepertinya sekumpulan maba (mahasiswa baru) yang
berbaris rapih sudah tidak peduli dengan danau yang membentang di samping mereka.
Semua orang mendengarkan kalimat demi kalimat yang dibacakan oleh kakak senior
mereka. Ini hari pertama dari serangkaian ospek, siapa yang gagal di hari ini
dipastikan akan sulit mendapatkan akses-akses penting di kehidupan kampus di
kemudian hari.
Lia
mencatat semua yang dia dengar pada buku catatanya. Angin sepoi-sepoi dari
danau membuat suasana terik siang ini tidak begitu menyiksa. Sebetulnya dari
tahun ke tahun sebenarnya ospek sudah jauh berubah lebih baik di kampus ini.
Adapun kegiatan di pinggir danau seperti
ini pastilah sudah memiliki izin dari jajaran dekanat dan rektorat.
Acara
berikutnya adalah pemilihan ketua angkatan. Kakak senior yang menjadi MC
mempersilahkan bagi yang memiliki keberanian, kepemimpinan dan kekuatan untuk
mengajukan diri sebagai ketua angkatan. Lia diam membisu seribu bahasa. Lia
bukan tipe yang tertarik untuk mengajukan diri dalam kesempatan seperti ini.
Beberapa
anak terlihat maju untuk menawarkan diri sebagai calon ketua angkatan.
Diam-diam Lia berharap acara ini cepat selesai. Lia ingin pulang dan merebahkan
dirinya. Dia sudah berada di kampus sejak subuh tadi.
Tiba-tiba
sesosok kakak senior mengambil alih mic lalu mengucapkan, “Nurlia Paramita, maju ke
depan sekarang!”
Lia
kaget namanya disebut. Dia melihat Adam berdiri di sana tersenyum kepadanya.
Aduh, ngapain lagi ini dia pake dateng segala. Lia keluar dari barisan dan maju
ke depan.
“Nurlia,
kamu saya pilih sebagai calon ketua angkatan versi saya. Anggep aja ini hukuman
karena kamu telat tadi pagi.” Adam mengucapkan itu tanpa tersenyum kepada Lia.
Lia membuang muka. Dih, Lia terlambat kan gara-gara semalam membuat list
undangan pernikahan. Rasanya Lia ingin kabur dari hadapan Adam.
“Iya,
kak.” Lia justru mengucapkan persetujuan. Mau gimana pun Lia harus mengikuti
semua rangkaian ospek ini dengan mulus. Ancamannya adalah mengulang ospek di
tahun depan. Hiiy, Lia bergidik membayangkannya.
Total
ada 6 calon ketua angkatan. Mereka diminta membuat visi dan misi dalam menjadi
ketua angkatan. Lia terlibat dalam diskusi bersama teman-temannya yang lain.
Setiap calong memang salng mendukung calon lainnya. Who cares with competition,
mereka di sini sebagai satu angkatan yang kompak dan saling mendukung.
Diam-diam
Adam menatap Lia dari kejauhan. Bibirnya tersenyum. Lia harus sabar, dia akan
sering-sering ditekan seperti ini. Salah Lia juga sih terlambat tadi pagi, Adam
berkata di dalam hatinya. Tapi Adam tau dia suka mendidik calon istrinya dengan
cara seperti ini.
***
“Dam!
Dam!” Pita tergopoh-gopoh memanggil Adam di parkiran mobil. Adam sudah akan
membuka pintu mobilnya. Pita tampak terengah-engah. Ada apa sih, bukannya
rangkaian ospek sudah selesai, ya?
“Ada
maba yang pingsan. Dia yang tadi jadi salah satu calon ketua angkatan. Nurlia,
lo kenal ga?”
Adam
terkesiap. “Pingsan? Di mana dia sekarang, Pit? Di mana, Pit?” Adam memberondong
Pita dengan pertanyaan.
“Di
ruangan Senat. Anak-anak P3K yang tadi membopong dia kesana, tapi kalau lo
emang udah mau pulang,” kalimat Pita terhenti. Adam sudah berlari ke arah
ruangan Senat. Pita menatap Adam. Benar firasatnya selama ini. Adam dan maba
itu punya hubungan spesial. Wajah Pita menjadi kesal. Dia tidak suka peristiwa
semacam ini.
***
Ruangan
Senat tampak penuh dengan orang. Semua berkegiatan masing-masing. Rangkaian
acara ospek memang sudah berakhir tapi panitia masih banyak memiliki PR. Ada yang
mempersiapkan acara besok. Ada yang sedang makan siang digabung makan malam.
Adam masuk sambil setengah berlari ke dalam ruang Senat.
Dia
mencari-cari panitia bagian P3K. “Wen, Wen, lo tau dimana Nurlia yang tadi
pingsan?” Adam menanyakan Weni, si ketua divisi P3K.
“Oh,
Nurlia yang tadi. Iya, tadi dia pingsan. Udah pulang sih sekarang. Emang kenapa,
Dam?”
“Udah
pulang ya? Oke oke” Adam langsung berpikiran menuju rumah Lia. Dia harus ke
rumah Lia sekarang.
***
Lia
menatap sosok di hadapannya. Ini sudah jam berapa, kenapa sih Adam harus ke
rumahnya malam-malam begini. Lia harus mengerjakan tugas untuk besok,
menyiapkan presentasi, juga bangun pagi-pagi sekali.
“Tadi
kamu pingsan, Li?” Adam membuka pembicaraan.
“Oh,
iya gapapa kok.”
“Pingsan
itu bukan gapapa. “ Adam menatap Lia. Lia jadi sedikit deg-degan. Dih, kenapa sih Lia jadi
deg-degan begini. Lia melirik Ibunya yang duduk tidak jauh dari mereka. Adam
selalu mengajak Lia berbicara sambil bersama orang lain.
“Iya,
gapapa. Kalau rada kecapean kadang emang suka pingsan. Tapi sekarang udah
gapapa.” Wajah Lia datar saat menjelaskan.
“Syukurlah.
Kalau gitu aku pulang dulu.” Adam beranjak dari kursinya. Dia pamit kepada Ibu
Lia lalu beringsut menuju pintu dan menghilang dari pandangan Lia.
Lia
geleng-geleng kepala. Aneh amat itu orang. Capek-capek ke sini cuma buat
mengucapkan 3 kalimat.
Yang
lebih aneh itu kamu, Lia, ujar Lia di dalam hatinya. Sempet-sempetnya ngitungin
berapa kalimat yang dia ucapkan. Fyuh, Lia kembali ke kamarnya. Esok rangkaian
ospek menantinya, dia harus mempersiapkannya dengan baik.
-bersambung-
1 Tanggapan untuk "Senarai part 7"
Adam nya so sweet amat deh hehehe.. lia nya polos gitu, lucuuu
Posting Komentar