Senarai part 9



Adam membereskan meja seusai kelas berakhir. Ini memang salah satu tugas asisten dosen yang harus dilakukan oleh Adam. Riko suka meledeknya dengan sebutan jongos. Adam sudah memperbarahui kontraknya di semester ini. Mas Angga, dosen mata kuliah mikroekonomi yang telah menjadi atasannya tadi sudah pamit duluan. Adam beruntung mempunya koneksi ke dosen-dosen karena statusnya yang mantan mahasiswa berprestasi.

Mas Angga beberapa kali menawari Adam peluang beasiswa S2. Tapi semua masih belum terpenuhi karena skripsi Adam yang belum rampung. Adam memang pecinta kesempurnaan. Baginya sangat penting semua bagian skripsinya tersusun dengan detail yang mengagumkan. Ada kepuasan tersendiri saat Adam melihat hasilnya.

Tapi sepertinya semester ini skripsi Adam bisa segera maju untuk mendapatkan giliran sidang. Adam sudah mendapatkan persetujuan dari pembimbing skripsinya. Bulan depan skripsinya sudah bisa dikumpulkan dan maju sidang.

“Dam, udah selesai ngasdosnya?” Sesosok perempuan melongok dari pintu kelas yang terbuka. Pita.

“Udah, Pit. Kenapa?” Adam mengangkat tas punggungnya. Sepertinya dia harus ganti tas sebagai hadiah jika skripsinya berhasil maju sidang dengan sempurna.

“Mas Angga udah cabut?”

“Udah. Lo mo ketemu Mas Angga?”

“Ngga sih. Hmm. Eh, lo kapan Dam akan maju sidang?”, tanya Pita.

“InsyaAllah bulan depan, Pit. Pembimbing sih udah oke.”

“Oooh. Good luck ya, Dam! Gue yakin lo bisa dapet nilai tinggi. Eniwei, ini Dam ada payung lo. Waktu itu lo pernah minjemin payung ke gue. Masih inget ga? Yang lo ujan-ujanan nyamperin gue dari kosan dan gue sendirian di halte.”

“Ooh, yang itu. Oke. Sip. Tengkyu yak, Pit. Gue duluan yak!” Adam menerima payung dan berlalu dari hadapan Pita.

Ah, Adam benar-benar sibuk sekali. Pita memang naif, apa yang dia harapkan sih dari mengembalikan payung Adam? Pita terdiam sendirian di ruangan kelas itu.

***

Adam menghampiri Riko yang sedang asyik duduk di kantin. Mereka memang sudah janjian bertemu di sana. Kantin kampus selalu ramai jika kuliah sudah dimulai begini.

“Rik”, colek Adam kepada Riko. Adam duduk di sebelah Riko. Si Riko udah lulus juga tetep masih doyan ngampus aja.

“Udah selesai Dam ngasdosnya?”, tanya Riko. Semangkuk mi ayam tersaji di depan Riko. Makan di kampus adalah kegiatan favorit Riko sambil menunggu email dari Mba Lina, sebutan Riko kepada nama email situs pencari kerja. Di mana lagi coba bisa makan enak dan murah selain di kampus?

“Udeeh. Jadi gimana lo ga ke Menara Sudirman buat interview?” Adam bertanya kepada Riko.

“Ngga, sob. Ga jadi tuh interview-nya. Tauk dah. Kurang gede kali gajinya. Ga cocok lah, gue butuh yang gede-gede aja. Ha-ha-ha” tawa Riko membahana.

“Lo sendiri gimana deh Dam, kapan sih lo sidang?” Riko balik bertanya sambil menyantap mi ayam kesukaannya.

“Bulan depan, eh yaudah lo terusin makan lo, gue cabut duluan yak, ada meeting sama Mas Angga. Rencananya dia mo ngajak gue proyekan ke Kaltara” Adam bangkit dari duduknya.

“Eh, bentar, bentar, Dam, itu bukannya cewe maba yang pingsan waktu ospek itu ya? Tuuh ituu tuh” Riko menunjuk ke parkiran depan kantin. Kantin mereka memang didesain terbuka sehingga orang yang duduk di kantin dapat dengan mudah melihat parkiran di depannya.

Di parkiran tampak Lia tengah menatap laki-laki di hadapannya. Lia mengangguk pelan kepada laki-laki itu. Mereka pun berjalan ke arah perpustakaan. Lia tampak berjalan di belakang dan laki-laki itu mendahului Lia.

***
Iqbaal 

Namaku Iqbaal Rahmadi. Aku berkuliah di Jepang sebab keingintahuanku yang begitu tinggi di bidang rekayasa teknologi kecerdasan buatan. Aku kembali ke Jakarta karena sebuah pesan singkat dari Raya.

Raya mengatakan bahwa Lia akan menikah. Raya mengabariku sepenuh keyakinan bahwa ini bukan sebuah kabar burung. Raya telah mendengarnya sendiri dari bibir Lia. Aku bergerak secepat mungkin untuk kembali ke Jakarta. Aku terus mengontak Lia sejak di Jepang tapi dia tidak pernah membalasnya.

Akhirnya Lia membalasnya saat aku sudah di Jakarta, dia menolak bertemu denganku. Apa calon suaminya yang melarangnya? Siapa calon suami Lia? Lia, tak merasakah kamu bahwa namamu terus membayang di kepalaku meski kita terpisah ribuan mil jauhnya?

Lia.. Lia… Lia…. Tak tahukah kamu bayangmu terus menghantui meski keindahan negara ini begitu nyata sejadi-jadinya. Lia… Lia… Lia…. Apakah kamu benar-benar akan menikah? Begitu terlambatkah aku?

Aku menemui Raya secepat kilat untuk mengetahui di mana aku bisa bertemu dengan Lia. 

Dan di sinilah aku, 48 jam sejak kepulanganku dari Jepang. Akhirnya aku bisa menatap gadisku lagi di kampusnya. Dia seorang Nurlia Paramita yang telah membuatku telah jatuh hati melebihi siapapun sejak bertahun-tahun lalu. Dia seorang gadis yang membuat hariku berwarna sejak dulu kala. Tolong, Lia, jangan menikah dengan siapapun. Aku tidak akan sanggup membayangkanmu menikah dengan orang lain.

-bersambung-




Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "Senarai part 9"

Nissa mengatakan...

Kyaaa seru seruu hehehe.. aku bisa bayangin kejadiannya kayak lagi baca komik hehehe

Comment