Review Novel Sirkus Pohon
Hai hai hai, sekarang duduk yang manis ya kalian. Karena saya
mau buat review nih tentang novel yang manis dan seru sekali. Huhu. Saking manis dan serunya sampai
senyum-senyum sampai kadang ketawa meledak juga dibuatnya.
Okey, ini data novelnya dulu yaa...
Nama Novel : Sirkus Pohon
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun Terbit : Agustus 2017
Jumlah Halaman : 410
Sekarang kita bahas satu per satu ya tentang novel ini.
Oiya, saya membeli novel ini di toko buku terbesar di Kota Depok. Waktu itu
saya ingat betul saya dan Jati impulsif gitu. Ceritanya kan kita abis kondangan
terus mau lanjut kencan dengan jalan-jalan ke toko buku. Nah karena tau
istrinya suka banget baca, Jati mempersilahkan saya memiliki buku apa saja
untuk dibeli. Salah satunya adalah novel “Sirkus Pohon” ini.
Dan saya seneng banget lho pas bacanya. Hihihi, novel ini
sungguh menyejukkan otak ketika membacanya. Ga terlalu njelimet tapi ga terlalu
picisan juga.
Ringkasan cerita :
Novel “Sirkus Pohon” memiliki 2 inti cerita yang beririsan
dan berujung bersama di akhir novel. Pertama ada cerita tentang Hob, seorang
pemuda berusia 28 tahun yang merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Hob belum
mendapat pekerjaan karena hanya tamat kelas 2 SMP. Hob tidak naik kelas dan
sulit mendapat pekerjaan karena bergaul dekat dengan Taripol, mafia di daerah
tempatnya tinggal.
Kedua ada cerita tentang Tara, gadis pewaris sirkus keliling
yang bertemu dengan Tegar, pemuda pemberani nan cerdas. Mereka bertemu di
halaman pengadilan agama saat sama-sama sedang menemani ibu masing-masing
mengurus perceraian. Di halaman itu disediakan taman bermain agar anak-anak
yang sedang berada di sana bisa bermain dan sejenak melupakan kesedihan akibat
perceraian orang tuanya.
Cerita Hob dan cerita Tara-Tegar beririsan saat Hob diterima
menjadi badut di perusahaan sirkus keliling milik Ibunda Tara. Sementara itu
Tara baru menyadari bahwa dia jatuh cinta kepada Tegar sejak pertemuan pertama
di pengadilan agama. Sayangnya ketika perjumaan pertama itu Tara & Tegar
tidak berkenalan sama sekali.
Ketika itu Tara hanya terkagum-kagum oleh keberanian Tegar.
Tara yang berulang kali hendak main perosotan tidak berhasil karena selalu
diserobot. Tegar yang pemberani dan baik hati kemudian menghalangi anak-anak
dan berkata kepada Tara, “Ayo naik! Tenang saja, aku akan melindungimu”
Kalimat tersebut sangat membekas di hati kecil Tara. Sekian
tahun berlalu Tara berusaha mencari di mana Tegar berada.
Sementara itu Hob juga mengalami perasaan cinta. Dia
mencintai Dinda, gadis manis penyuka buah Delima. Demi Dinda, Hob bekerja keras
menjadi badut demi bisa membangun rumah dan menyunting Dinda.
Ada juga cerita mengenai pemilihan kepala desa Ketumbi
tempat novel ini berkisah. Ada cerita calon kepala desa dengan masing-masing
personality-nya yang unik dan proses pemilihan kepala desa yang penuh intrik. Dimulai
dengan debat yang disiarkan radio, rapat-rapat pemenangan tim sukses calon
kepala desa, sungguh cara yang indah nan metafor tentang situasi perpolitikan
nasional maupun lokal saat ini.
Kesan Saya :
Hmm, saya sangat senang ketika membaca novel ini. Rasanya
benar-benar perpaduan dari hiburan yang klasik, elegan tetapi menggetarkan
hati. Tentu saja saya sangat berkesan tentang ide adanya taman hiburan di
halaman pengadilan agama. Rasanya itu ide yang getir, manis, tapi sungguh
manusiawi sekali.
:’)
Saya juga suka sekali adegan debat calon kepala desa di radio.
Andrea Hirata menuliskannya nyaris full dialog tetapi mengalir, kuat, dan tentu
saja diakhir dengan ledakan adegan yang penuh kelucuan. Saya suka plot cerita
novel ini yang diatur tertata sehingga mengesankan bagi saya. Saya nyaris
menyukai seluruh halaman di novel ini.
Setiap halaman ini disusun dengan konsentrasi penuh sehingga
kita tidak sempat mengantuk. Ada tawa, ada kelucuan tetapi benar-benar di saat
yang tepat sehingga mencapai klimaks.
Selain itu kisah cinta yang ada di novel ini berakhir indah.
Rasanya saya ingat novel-novel Andrea Hirata beraneka ragam soal akhir kisah
cintanya tetapi sungguh kebanyakannya tidak berakhir indah.
Adapun yang sedikit mengganjal adalah akhir novel ini yang
agak menggantung bagi saya. Memang sangat plot twist sekali, seru dan
mengagetkan di halaman terakhir tetapi tetap saja seperti kekagetan karena
ternyata sudah ada tidak halaman berikutnya untuk dibaca
:’(
Anyway saya tetap merekomendasikan novel ini karena alur
ceritanya yang menarik, ide tentang pekerjaan berupa badut di sirkus keliling
yang unik, dan tentu saja latar belakang budaya Melayu yang sangat menyegarkan.
Hampir semua novel yang ditulis Andrea Hirata memang
memiliki latar belakang budaya Melayu yang cukup kental. Tetapi di novel ini
kekentalan budaya itu tidak membuat bosan tetapi menyegarkan dan sangat
informatif.
Bagian Paling Menarik :
Buat saya bagian paling menarik di novel ini adalah kisah
pencarian cinta pertama yang hilang antara Tara dan Tegar. Saya sungguhan
terharu saat diceritakan Tara melukis wajah Tegar yang yang bahkan namanya saja
tidak dia ketahui. Sebagai penggantinya Tara menamai lukisan-lukisannya sebagai
“Sang Pembela”
Tegar pun mencari Tara dengan caranya yaitu dengan merawat
kenangan tentang gadis itu dan merawat impian suatu hari akan bertemu
dengannya. Tegar pun tidak mengetahui nama Tara, Tegar menamainya sebagai “Layang-layang”
karena setiap mengingat Tara saat itulah hati Tegar selalu melayang-layang.
:’)
Kisah cinta di novel ini memang dikemas sangat manis, sangat
apik tetapi tidak membuatnya kehilangan rasa kejutannya. Beberapa kali nyaris
bertemu, Tara dan Tegar kehilangan kesempatan. Tenang saja, Andrea Hirata tidak mengubah alur cerita novel ini menjadi seperti sinetron-sinetron yang sengaja menjauhkan kedua pemeran utama ketika sama-sama mencari cinta yang hilang.
Justru Andrea Hirata mengemas pencarian ini dengan gaya
bahasa yang kuat, meyakinkan dan tak sedikit pun jatuh ke karakteristik
sinetron Indonesia. Saya sendiri sempat hampir kehilangan kesabaran saat Tara
dan Tegar berkali-kali gagal saling menemukan.
Tapi seolah ingin mempersiapkan yang terbaik, Andrea Hirata
mempertemukan keduanya di tempat mereka pertama kali bertemu : taman bermain di
halaman pengadilan agama. Tempat yang sungguh membetot kenangan dan perasaan
Tara dan Tegar karena di sanalah orang tua mereka di dalam sana saling
menceraikan tetapi di halamannya justru mereka menemukan cinta sejatinya
:’) :’) :’)
Ah, Andrea Hirata ini selalu mampu dan berhasil memaniskan
kisah cinta ya? Padahal kan biasa aja, kisah pertemuan cinta pertama. Tetapi di
tangan Andrea Hirata kisahnya jadi punya rumus yang mampu memusingkan otakmu
dan membeningkan mata karena matamu berkaca-kaca terharu.
Bagian Paling Lucu:
Tentu saja bagian paling lucu di novel ini adalah bagian
saat cerita pemilihan kepala desa Ketumbi. Di awal novel ini Andrea Hirata
membuatkan sebuah kutipan super bermakna untuk membuka novel ini yaitu kalimat “Fiksi adalah cara
terbaik dalam menceritakan fakta”.
Sepertinya itulah yang dimaksud oleh Andrea Hirata dalam
menuliskan perpolitikan desa Ketumbi saat memilih kepala desanya yang baru.
Memanas, penuh intrik dan sungguh diongkosi persekongkolan jahat. Politik,
sebagian besarnya memang masih seperti itu.
Tetapi ajaibnya semua kebringasan politik itu diceritakan
dengan jujur sehingga mengundang tawa dari pembaca. Ya, kejujuran yang
menyentak, bahwa semua kebringasan politik memang demi satu hal yang pantas
ditertawakan : hawa nafsu.
Bagian Paling Mengharukan :
Saya merasa terharu saat membaca novel ini hampir di
sepanjang bagiannya. Saya terharu kepada cara Andrea Hirata mengemas kata dan
kalimat sederhana menjadi begitu bernyawa. Saya juga terharu kepada caranya
memasukkan unsur internasional pada budaya Melayu. Seperti kita ketahui
bersama, Andrea Hirata penulis novel ini menghabiskan waktu kuliah pasca sarjananya
di Eropa.
Sedikit banyak pasti Andrea Hirata memiliki pengetahuan
tentang kebudayaan Eropa, baik itu musiknya ataupun sastranya. Saya paling suka
bagian cerita tentang badut yang menangis, itu sungguh mengharukan. Disisipkan
pada kisah Hob yang menjadi badut, akhirnya kisah badut di luar negeri yang
menangis saat melihat sirkusnya terbakar pun terjadi pada Hob, bedanya hanya
sirkus keliling Hob tidak terbakar tetapi tutup hingga waktu yang tidak
ditentukan.
Kesimpulan :
Novel “Sirkus Pohon” ini sungguh buku yang baik. Baik dalam
segala artiannya. Baik untuk dibaca. Baik untuk dipelajari. Seperti novel-novel
lainnya tentu saja ujung-ujungnya ini adalah soal selera, ada orang yang
memiliki selera kepada novel sastrawi indah seperti saya terhadap novel ini tetapi saya jamin
novel ini cocok dibaca bahkan untuk yang sesekali membaca di waktu luang saja
sekalipun.
Terima kasih, Andrea Hirata. Saya benar-benar bahagia saat
membacanya, baik di awal maupun sepanjang membaca. Senyum dan hangat hati
menjalari pikiran saya. Semoga semakin banyak novel-novel apik seperti ini lagi
Sampai ketemu di review-review berikutnya!
1 Tanggapan untuk "Review Novel Sirkus Pohon"
Waaw... Jadi Ada beberapa cerita gitu ya,
Posting Komentar