Berdesing dalam peluru kota kecil di pesisir Mediterania
Berjarak benua antara kau dan aku
Gaza. Getir ditambah pilu rasanya hanya bisa menangis
menonton beritamu di TV
Berita di TV akhir-akhir ini menyesakkan sekaligus membawa
hikmah sangat besar. Gaza, kota kecil tak pernah henti dihempas rudal selama 6
hari terakhir ini...
Saya jadi ingat kalau kantor saya yang di Poltangan, Pasar
Minggu, sering sekali dilewati oleh pesawat yang berangkat dari Halim. Sekitar pukul
9 atau 10 pagi adalah waktu puncak seringnya suara-suara menderu pesawat dari
Halim ini. Terus entah bagaimana saya jadi membayangkan Gaza, samakah deru
pesawat Halim yang di Poltangan sini dengan deru jet-jet Israel? Ah, dea. Tentu
tidak sama.
Tapi sejujurnya saya selalu merinding atau setidaknya agak
mengernyitkan dahi saat pesawat dari Halim melintas di langit kantor. .
Tapi pasti berbeda dengan desing jet-jet Israel. Sangat. Jauh.
Berbeda.
Di Gaza sana, penduduk bertahan di bunker. Di malam hari
mereka bertilawah, tartil nan merdu. Membuka borok-borok kita disini, betapa
nista kita dibanding mereka.
Di Gaza sana,
Gaza
Doa. Selemah-lemahnya iman. Maafkan Allah, cuma baru itu yg bisa hamba
kirim..
Tapi saya percaya Gaza berarti pembelajaran besar untuk kita
jadi muslim sebenar-benar dan sedekat-dekatnya dengan Allah. Terima kasih, Gaza.
Ini calon ibu di Depok ingin calon anak pertamanya bisa tumbuh sehabat
pemuda-pemudi Gaza yang tak takut apapun melainkan hanya bergantung pada Allah
semata.
Gaza, Allohu Akbar! Allohu Akbar!
Belum ada tanggapan untuk "Gaza."
Posting Komentar